kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini respon pelaku industri kayu terhadap insentif fiskal untuk sektor manufaktur


Minggu, 15 Maret 2020 / 14:01 WIB
Begini respon pelaku industri kayu terhadap insentif fiskal untuk sektor manufaktur


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menilai insentif fiskal yang diberikan pemerintah untuk industri padat karya tidak akan berdampak pada perusahaan yang berorientasi ekspor.

Abdu Sobur Sekretaris Jendral Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menyatakan sejumlah keringanan atau stimulus dari fiskal pasti ada manfaat berupa tambahan penghematan cashflow bagi perusahaan. "Kami apresiasi inisiatif itu meskipun tidak  menjawab persoalan pokok dalam hal penguatan daya saing karena sifatnya sementara," jelasnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (14/3),

Baca Juga: Darmi Bersaudara (KAYU) belum revisi target laba bersih di tengah pandemi corona

Abdul menyatakan dirinya memahami maksud dari sejumlah insentif fiskal yang diberikan pemerintah. Semisal Pph pasal 25 sebesar 30% selama 6 bulan yang dinilainya bisa memberikan tambahan kas bagi perusahaan. Abdul mengilustrasikannya dengan sederhana.

Misalnya saja suatu perusahaan harus membayarkan angsuran tiap bulan sebesar  Rp 20 juta, jika sesuai aturan dengan intensif fiskal ini, perusahaan tersebut cukup bayar Rp 14 juta per bulan. Sehingga perusahaan ada tambahan simpanan kas Rp 6 juta. Adapun hal ini berlaku hingga September 2020.

Selain itu, insentif lainnya bagi industri  khususnya industri padat karya yang masih ada unsur impor komponen atau impor bahan baku, pemerintah memberikan insentif pembebasan Pph 22 sehingga perusahaan bisa terus berproduksi dengan beban yang lebih ringan.

Meski demikian, Abdul mengkritisi insentif fiskal ini tidak akan berdampak besar pada manufaktur padat karya seperti furnitur dan craft  yang berorientasi  pasar  ekspor. Menurutnya masalah ini bukan pada cashflow perusahaan, tetapi pembatalan atau penundaan order yang berpotensi sangat merugikan.

Baca Juga: GP Jamu: Harga bahan baku jamu melonjak 50% daripada biasanya

Di sisi lain, bagi pelaku industri kehutanan menilai insentif fiskal sangat dinanti oleh sektor usaha kehutanan. Ketua umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menjelaskan kinerja ekspor sektor usaha kehutanan tahun 2020 diproyeksikan menurun, karena dampak Covid-19.

"Negara-negara tujuan utama ekspor kayu olahan Indonesia saat ini yakni China, Korea Selatan, dan Jepang, saat ini sudah turun permintaannya," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (13/3).

Indroyono menyatakan karena itu, stimulus fiskal sangat dinanti oleh sektor usaha kehutanan. Misalnya saja, pembayaran PPh 21 yang ditanggung pemerintah  selama 6 bulan mulai April, akan sangat meringankan arus kas pelaku usaha. Besar kecilnya tentu sangat tervariasi tergantung penghasilan yang dikenakan PPh.

Selain insentif PPh21, sektor usaha juga mengharapkan stimulus berupa percepatan  pengembalian restitusi PPn. Percepatan restitusi ini juga sangat berarti untuk mengurangi beban  arus kas perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×