Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mandatori B50 atau kebijakan bahan bakar dengan campuran 50% solar dan 50% bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit berpotensi bergeser dari target awal mulai diterapkan pada tahun 2026 mendatang.
Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) menyebut salah satu kendala penyerapan B40 di pasar hingga penerapan B50 adalah adanya disparitas harga antara Crude Palm Oil (CPO) dengan Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Selama ini selisih antara harga biodiesel domestik atau HIP biodiesel dengan harga solar impor, dibayar dari dana sawit yang berasal dari dana BPDPKS yang sekarang namanya Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP)," ungkap Direktur PASPI kepada Kontan, Senin (21/07).
Menurut Tungkot, hampir 90 persen dari dana sawit dari BPDP tersedot ke insentif biodiesel. Dengan diterapkannya B50, berarti semakin menurunnya volume ekspor, sehingga levy ekspor atau pungutan ekspor juga semakin berkurang.
Baca Juga: Indonesia Butuh Tambahan Kapasitas Biodiesel 4 Juta Kl Untuk Implementasi B50
"Sementara kalau B50 otomatis kebutuhan insentif biodiesel akan makin meningkat," ungkapnya.
Menurut Tungkot, harus ada perubahan sistem pembiayaan insentif biodiesel, dengan tidak hanya menggantungkan pendannaan dari pungutan ekspor sawit.
"Agar B50 jalan, pembiayaan insentif harus diubah dan jangan lagi menjadi beban industri sawit. Benefit green biofuel dan energy security yang dinikmati bersama, harus ikut menanggung beban insentif subsidi," jelasnya.
ESDM Ungkap Potensi Pergeseran Target B50
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengungkap penerapan B50 belum bisa ditentukan akan terlaksana pada 2026.
"Apakah 2026 kita mulai dengan B50? Itu belum kita tentukan, jadi harus kita lihat lagi, B50 butuhnya berapa (biodiesel)," ungkap Eniya di Jakarta, Kamis (17/07).
Ia menambahkan, terjadi disparitas harga yang cukup tinggi akibat naiknya harga CPO global dan turunnya harga BBM.
Baca Juga: ESDM: Program B50 hingga B100 Butuh Lahan Baru hingga 4,6 Juta Ha
"Kita sudah mulai berpikir menuju B50, walaupun di sini masih banyak kajian yang diperlukan. Karena harga CPO naik, tapi BBM nya turun, sehingga disparitas harganya naik," ungkapnya.
Untuk langkah awal B50, Kementerian ESDM kata dia akan menyiapkan uji terkait mandatori ini, yang pendanaannya berasal dari BPDP.
"Memang kalau mandatori, kita harus berhitung dengan benar, faktor pendanaan sampai insentif," katanya.
Eniya mengakui, saat ini untuk B40 serapan nasional sudah mencapai 50% dari total volume biodiesel. Namun, harga yang sampai pada industri, khususnya industri di timur Indonesia mengalami peningkatan signifikan karena harga logistik yang cukup tinggi.
"Serapannya bagus, tapi harga di ujung agak uncontrol, sekarang sedang ditelaah, kenapa kok bisa Rp 25 ribu (biodiesel)? Tapi karena penggunanya di Indonesia Timur, jadi memang logistiknya lebih besar," ungkapnya.
Baca Juga: ESDM: Penerapan Mandatori B50 Belum Bergeser dari Target
Selanjutnya: Potensi Realisasi Marketing Sales Emiten Properti di Semester II-2025 Penuh Tantangan
Menarik Dibaca: Sisa 11 Hari Lagi, Tiket Diskon Kereta Api Sudah Terjual 89%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News