Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nasib enam Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) tahun 2018 sejatinya masih belum jelas. Sebab, persoalan administrasi dan hukum masih mengganjal hasil penawaran prioritas maupun proses lelang blok tambang tersebut.
Kendati begitu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan 10 WIUP dan 3 WIUPK baru di tahun 2019 ini. Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 181 K/30/MEM/2019 tentang WIUP dan WIUPK Periode tahun 2019, total nilai Kompensasi Data dan Informasi (KDI) 13 wilayah tambang baru tersebut mencapai Rp 2,24 triliun.
Baca Juga: Freeport & Vale sudah direbut, apa lagi yang diincar CEO MIND ID Budi Gunadi Sadikin?
Sesuai regulasi, proses penawaran prioritas dan lelang untuk WIUPK menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM. Sementara untuk WIUP ada di tangan pemerintah daerah.
Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung memastikan, pihaknya akan memproses tiga WIUPK yang menjadi kewenangannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Yakni melalui penawaran prioritas terlebih dulu kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Selanjutnya, akan dilelang secara terbuka jika dari penawaran prioritas tersebut tidak ada (BUMN/BUMD) yang mengambil, atau tidak ada pemenangnya," kata Wafid kepada Kontan.co.id, Minggu (20/10).
Adapun, ketiga WIUPK tersebut adalah tambang nikel yang terletak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Yakni WIUPK Pongkeru dengan luas 4.252 hektare (ha) dan nilai KDI sebesar Rp 485,2 miliar, WIUPK Lingke Utara dengan luas 943 ha dan nilai KDI Rp 78,86 miliar, serta WIUPK Bulubalang seluas 1.666 ha dengan nilai KDI Rp 143,3 miliar.
Sayangnya, Wafid tak dapat memastikan, kapan proses tersebut akan dimulai. Sebab, panitia penawaran prioritas maupun lelang, serta proses dari keduanya, harus tertuang dalam keputusan menteri ESDM.
Alhasil, di tengah detik-detik pembentukan kabinet dalam pemerintahan yang baru ini, Wafid mengatakan bahwa ketiga WIUPK baru tersebut baru dapat diproses setelah ditetapkannya Menteri ESDM di kabinet yang baru.
"Jadi memang menunggu kabinet baru, meski (Menteri ESDM) belum tentu akan diganti juga," ungkap Wafid.
Baca Juga: Investasi migas & batubara jadi tumpuan, PR bagi Menteri ESDM periode dua Jokowi
Suka atau tidak, Kementerian ESDM sejatinya memiliki banyak pekerjaan rumah dalam proses penawaran prioritas dan lelang blok tambang minerba. Bagaimana tidak, enam WIUPK pada tahun 2018 lalu saja, hingga kini nasibnya belum juga jelas.
Dua blok tambang nikel yakni WIUPK Matarape dan WIUPK Bahodopi Utara sebenarnya sudah jatuh ke tangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) melalui tahapan penawaran prioritas pada Agustus 2018 lalu. Namun, hingga kini Antam belum dapat menggarap kedua WIUPK itu lantaran proses penawaran prioritas tersebut dinilai maladministrasi oleh Ombudsman Republik Indonesia.
Sementara, empat WIUPK lainnya, yakni Suasua (nikel), Latao (nikel), Kolonodale (nikel) dan juga Rantau Pandan (batubara) juga masih tak bisa berproses di lelang terbuka lantaran terganjal persoalan administrasi dan hukum. Khususnya karena masalah tumpang tindih lahan dan perizinan.
Saat ini, Wafid mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu proses penyelesaian di pengadilan hingga berkekuatan hukum tetap (incraht). "Belum kita lelang, menunggu semuanya incrahct. Untuk yang Antam juga masih menunggu penyelesaian dengan Ombudsman," terang Wafid.
Baca Juga: Progres pembangunan smelter Freeport dam Amman Mineral berjalan sesuai rencana
Di sisi lain, selain enam WIUPK, pada tahun 2018 lalu juga ada 10 WIUP yang siap dilelang. Namun, hingga kini pun nasibnya masih menggantung di tangan pemerintah daerah masing-masing. Bahkan, jumlahnya telah berkurang satu setelah pada 6 Februari 2019 lalu status WIUP blok tambang emas Silo di Jember telah dicabut, lantaran diprotes oleh Pemda setempat.
Berkaca dari kondisi tersebut, Wafid mengklaim bahwa proses penetapan WIUP/WIUPK tahun 2019 ini telah memperhatikan evaluasi dari proses tahun lalu. Namun, Wafid tidak bisa menjamin bahwa 13 WIUP/WIUPK tahun 2019 ini akan sepenuhnya terbebas dari permasalahan administrasi dan hukum.
"Kita semaksimal mungkin mengevaluasi blok tambang ini, ini kalau nanti tiba-tiba ada masalah (seperti tahun lalu), ya itu di luar kemampuan kami. Tapi kami coba sempurnakan proses penyiapannya," terang Wafid.
Tumpang Tindih dan KDI
Sementara itu, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif berpendapat bahwa penetapan WIUP/WIUPK tersebut dilakukan dalam upaya penertiban administrasi pertambangan di tanah air. Kendati begitu, Irwandy menekankan dua persoalan yang harus diperhatikan, yakni aspek administrasi dan hukum yang harus clear and clean (CnC) dan validasi nilai KDI.
Baca Juga: Genjot eksplorasi tambang mineral, ini yang akan dilakukan Kementerian ESDM
"Seharusnya sebelum dilelang, sudah harus dicek semua aspek hukum dan administrasi karena hal itu dapat menghalangi kelancaran proses lelang," katanya ke Kontan.co.id, Minggu (20/10).
Sementara terkait dengan validasi nilai KDI, Irwandy menilai indikator tinggi atau rendahnya nilai KDI akan terlihat dari badan usaha yang berminat dalam proses lelang. "Kalau KDI ketinggian, pengaruhnya tidak akan ada yang ikut lelang. Kalau menarik, pasti banyak yang ikut," ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli. Menurutnya, lelang wilayah tambang merupakan langkah yang penting dan strategis untuk meningkatkan investasi dan kegiatan eksplorasi tambang di tanah air.
Namun, Rizal bilang bahwa Kementerian ESDM harus memastikan wilayah yang ditawarkan sudah terbebas dari masalah hukum, tumpang tindih lahan, dan aksesibilitas untuk bisa memasuki kawasan tersebut.
Termasuk, apabila wilayah tersebut merupakan kawasan hutan, Kemenetrian ESDM harus mendapatkan izin prinsip pinjam pakai terlebih dulu dari Kementerian LHK.
Baca Juga: Kementerian ESDM siapkan regulasi untuk menggenjot eksplorasi tambang mineral
"Itu penting agar setelah tender diumumkan, kontraktor bisa langsung bekerja untuk melakukan kajian yang komprehensif serta dapat memulai beroperasi tanpa ada hambatan," jelasnya.
Sedangkan untuk nilai KDI, Rizal berpendapat pemerintah semestinya bisa menyiapkan terlebih dulu data dan informasi yang bisa diakses secara gratis seperti yang diberlakukan dalam lelang blok migas.
Menurutnya, nilai yang sudah ditetapkan saat ini masih terbilang mahal lantaran data yang disediakan masih sangat terbatas.
"Semua harus dikaitkan dengan ketersediaan data yang dimiliki untuk blok yang ditenderkan. Kalau tidak banyak peserta yang berminat, maka pemerintah harus mereview kembali penetapan nilai KDI tersebut," ungkap Rizal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News