Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
Sementara, empat WIUPK lainnya, yakni Suasua (nikel), Latao (nikel), Kolonodale (nikel) dan juga Rantau Pandan (batubara) juga masih tak bisa berproses di lelang terbuka lantaran terganjal persoalan administrasi dan hukum. Khususnya karena masalah tumpang tindih lahan dan perizinan.
Saat ini, Wafid mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu proses penyelesaian di pengadilan hingga berkekuatan hukum tetap (incraht). "Belum kita lelang, menunggu semuanya incrahct. Untuk yang Antam juga masih menunggu penyelesaian dengan Ombudsman," terang Wafid.
Baca Juga: Progres pembangunan smelter Freeport dam Amman Mineral berjalan sesuai rencana
Di sisi lain, selain enam WIUPK, pada tahun 2018 lalu juga ada 10 WIUP yang siap dilelang. Namun, hingga kini pun nasibnya masih menggantung di tangan pemerintah daerah masing-masing. Bahkan, jumlahnya telah berkurang satu setelah pada 6 Februari 2019 lalu status WIUP blok tambang emas Silo di Jember telah dicabut, lantaran diprotes oleh Pemda setempat.
Berkaca dari kondisi tersebut, Wafid mengklaim bahwa proses penetapan WIUP/WIUPK tahun 2019 ini telah memperhatikan evaluasi dari proses tahun lalu. Namun, Wafid tidak bisa menjamin bahwa 13 WIUP/WIUPK tahun 2019 ini akan sepenuhnya terbebas dari permasalahan administrasi dan hukum.
"Kita semaksimal mungkin mengevaluasi blok tambang ini, ini kalau nanti tiba-tiba ada masalah (seperti tahun lalu), ya itu di luar kemampuan kami. Tapi kami coba sempurnakan proses penyiapannya," terang Wafid.
Tumpang Tindih dan KDI
Sementara itu, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif berpendapat bahwa penetapan WIUP/WIUPK tersebut dilakukan dalam upaya penertiban administrasi pertambangan di tanah air. Kendati begitu, Irwandy menekankan dua persoalan yang harus diperhatikan, yakni aspek administrasi dan hukum yang harus clear and clean (CnC) dan validasi nilai KDI.
Baca Juga: Genjot eksplorasi tambang mineral, ini yang akan dilakukan Kementerian ESDM
"Seharusnya sebelum dilelang, sudah harus dicek semua aspek hukum dan administrasi karena hal itu dapat menghalangi kelancaran proses lelang," katanya ke Kontan.co.id, Minggu (20/10).
Sementara terkait dengan validasi nilai KDI, Irwandy menilai indikator tinggi atau rendahnya nilai KDI akan terlihat dari badan usaha yang berminat dalam proses lelang. "Kalau KDI ketinggian, pengaruhnya tidak akan ada yang ikut lelang. Kalau menarik, pasti banyak yang ikut," ungkapnya.