kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   -25.000   -1,30%
  • USD/IDR 16.295   -10,00   -0,06%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Biaya Produksi Tinggi, Daya Saing Ekspor Perikanan Indonesia Jadi Lemah


Jumat, 11 April 2025 / 20:31 WIB
Biaya Produksi Tinggi, Daya Saing Ekspor Perikanan Indonesia Jadi Lemah
ILUSTRASI. Pekerja menyortir udang vaname (Litopenaeus vannamei) saat panen di salah satu tambak Desa Suak Geudubang, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (17/2/2024). Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) sebut daya saing ekspor perikanan Indonesia masih lemah.


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perikanan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang potensial. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mencatat nilai ekspor perikanan selama libur Lebaran 2025 mencapai Rp 1 triliun.

Meski begitu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Budhi Wibowo, mengatakan jika daya saing ekspor perikanan Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan negara eksportir lain.

Sebab, biaya produksi perikanan di Indonesia masih tinggi. “Kita lemah ya, karena produksi kita tidak banyak. Terus harga kita terlalu mahal. Misal, udang itu dibanding Ekuador dan India kita kalah ya, daya saingnya. Mereka lebih murah,” terang Budhi kepada Kontan, Jumat (11/4).

Baca Juga: Kunjungi Pabrik Lurik di Klaten, Mendag: Inovasi Kunci Peningkatan Daya Saing Ekspor

Budhi melanjutkan, ragam faktor penyebab biaya produksi perikanan yang masih tinggi di Indonesia ini, mulai dari produktifitasnya yang rendah, pembibitannya sulit, masalah penyakit, dan lain-lain. Ada pula, Budhi juga mengatakan jika utilitas petambak di Indonesia masih kecil. Masih di bawah 60%.

“Kalau permasalahan dari pengolahan di Indonesia ini kan ulititas kami masih kecil ya, utilitas pengusaha ikan ini masih rata-rata di bawah 60%. Jadi, artinya masih kurang ikannya yang bisa kami proses. ya memang suplai ikan kurang mencukupi,” jelasnya.

Selain itu, Budhi menyoroti pengenaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dinilai masih mahal.

“Kalau penangkapan itu masalah PNBP penarikan bukan pajak yang besar. Terus mungkin nggak semua bisa melaut dan sebagainya. Mungkin juga ada ulitilas mesin-mesin dan pabrik kurang maksimal,” tambahnya.

Baca Juga: Hadapi Tarif Impor Tinggi, Daya Saing Jadi Kunci

Ada pun pengenaan PNBP yang dimaksud ialah yang tercantum di dalam Peraturan Presiden (PP) No. 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berlaku sejak 18 September 2021.

Melansir catatan KKP, perolehan PNBP sub sektor perikanan tangkap tahun 2024 mencapai Rp 1,053 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×