kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis Garuda Indonesia berdarah-darah, ini saran pengamat


Selasa, 28 Juli 2020 / 16:38 WIB
Bisnis Garuda Indonesia berdarah-darah, ini saran pengamat
ILUSTRASI. Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) antre menaiki pesawat Garuda yang disewa khusus di Bandar Udara Internasional Velana, Maldives, Jumat (24/4/2020). KBRI Colombo merepatriasi 335 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Sri Lanka dan Maladewa ke Indonesia


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli

Alvin juga mengatakan, pemerintah lebih baik menghapuskan hambatan berupa kewajiban berbelit bagi pengguna transportasi udara dibandingkan dengan menciptakan rumusan insentif lainnya kepada maskapai.

"Tapi ya memang dalam kondisi saat ini sepertinya sulit untuk mengharapkan pemerintah memberikan insentif lanjutan kepada maskapai. Pemerintah dalam posisi berat karena harus memberikan program pemulihan ekonomi," kata Alvin.

Saat ini, dana talangan pemerintah kepada Garuda Indonesia juga tak kunjung cair. Bentuk dana talangan pun hanya menjadi jaminan agar GIAA dapat membayarkan kembali kepada pemerintah dan bukannya berupa dana segar yang disuntikkan kepada maskapai.

Baca Juga: Kinerja Bank BCA, Lampu Kuning Bagi Industri Perbankan

"Saya tekankan pada nilai strategis Garuda bagi Pemerintah. Saat ini mustahil bagi Garuda untuk bertahan hidup jika tidak ditopang dana talangan dari Pemerintah," tekan Alvin.

Sebelumnya, Garuda Indonesia melaporkan posisi pinjaman ke lembaga perbankan dan keuangan lebih besar dari posisi arus kas perseroan per 1 Juli 2020. Posisi cash flow atau arus kas perseroan hanya sekitar US$ 14,5 juta per 1 Juli 2020.

Dengan posisi arus kas itu, Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melaporkan pinjaman ke bank dan lembaga keuangan senilai US$ 1,3 miliar per 1 Juli 2020.

Irfan membeberkan saldo utang usaha dan pinjaman emiten berkode saham GIAA itu mencapai US$ 2,22 miliar per 1 Juli 2020. Nilai itu terdiri atas US$ 905 juta dari operasional, pinjaman jangka pendek US$ 608 juta, dan pinjaman jangka panjang US$ 645 juta. Sementara untuk pinjaman jangka panjang, terdapat pinjaman berbentuk sukuk senilai US$500 juta.

Baca Juga: Ada penundaan pembayaran, BEI hentikan sementara perdagangan KIK EBA Mandiri GIAA01

Bantuan dana yang diberikan pemerintah nampaknya dinilai tidak membuahkan hasil yang cukup baik. Bantuan senilai Rp 8,5 triliun itu dinilai hanya mampu membuat maskapai ini bertahan sampai 2024.

Pengamat Penerbangan dari Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati mengatakan, beban utang yang ditanggung maskapai penerbangan nasional pelat merah yang mencapai US$ 2 miliar atau Rp 31,9 triliun membuat kondisi perusahaan tidak akan bertahan lama.

"Saya menilai kemampuan Garuda hanya mampu bertahan minimal sampai 2024 saja. Walau ada dana talangan, itu memperpanjang napas saja, setahun ini ada pandemi keuangan Garuda memang berdarah-darah," ujar Arista.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×