Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Tahun ini, bisnis produsen bahan peledak pelat merah, PT Dahana, sedang meredup, mengikuti pasar pertambangan mineral dan batubara kini sedang suram. Maklum, perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 1966 itu biasa memasok bahan peledak untuk industri pertambangan.
Direktur Utama PT Dahana F Harry Sampurno mengatakan, penjualan bahan peledak perusahaan selama dua bulan pertama tahun 2014 ini turun 10% jika dibandingkan dengan penjualan bahan peledak pada periode yang sama tahun 2013 lalu yang bisa Rp 220 miliar. "Pada periode yang sama tahun 2014 ini hanya mencapai Rp 200 miliar," ujar Harry kepada KONTAN, Selasa (18/3).
Menurut Harry, penurunan penjualan bahan peledak Dahana ini terjadi karena banyaknya perusahaan pertambangan yang berhenti berproduksi sebagai akibat larangan ekspor mineral mentah sejak Januari 2014 lalu. Bahkan, kata dia, sudah ada dua perusahaan sampai tiga perusahaan tambang yang menghentikan produksi. Akibatnya permintaan bahan peledak kepada Dahana ikut terhenti. "Maklum saja, perusahaan-perusahaan tambang itu belum berkomitmen untuk membangun smelter, makanya izin ekspor tidak diberikan Kementerian ESDM," ungkapnya.
Selama ini, klien di industri mineral yang menjadi langganan Dahana untuk penjualan bahan peledak adalah PT Vale Indonesia, Antam, dan produsen emas, PT Kasongan Bumi Kencana. Namun sayang, Harry enggan membeberkan klien mana yang sudah menutup produksinya.
Cari peluang lain
Selain karena adanya larangan ekspor bahan mentah mineral, penurunan penjualan bahan peledak Dahana juga terjadi karena industri pertambangan batubara masih lesu. Harga batubara yang rendah di pasar dunia yang menjadi penyebab utama.
Meski terganjal akan lesunya industri tambang, Harry bilang, Dahana tahun ini tetap akan menargetkan produksi mencapai 63.000 ton. "Tahun lalu, kami hanya produksi 56.000 ton," ungkap dia.
Demi menyiasati penurunan penjualan bahan peledak, Dahana terus menggenjot bisnis lainnya, seperti penggalian semen, granit, marmer, konstruksi, serta meningkatkan ekspor. Kata Harry, nilai ekspor tahun 2013 lalu mencapai Rp 5 miliar. "Tahun lalu, kami jual ke bahan peledak ke Australia, Malaysia, dan Thailand. Tahun ini, kami akan menjajal pasar Filipina," imbuh dia.
Selain bisnis bahan peledak, menurut Harry, Dahana berbisnis drilling yang kini berkontribusi 40% dari total pendapatan perusahaan. Tahun ini, Dahana sudah memperoleh kontrak drilling senilai US$ 7 juta-US$ 80 juta. "Klien kami Adaro, ABM Investama, Arutmin, dan perusahaan granit di Karimun," kata dia.
Demi mengejar kenaikan pendapatan dan laba bersih sebesar 15% dari pendapatan tahun lalu yang sebesar Rp 1 triliun dan laba bersih Rp 60 miliar, Harry sudah menyiapkan belanja modal Rp 160 miliar untuk membangun pabrik emulsi dan membeli kendaraan operasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News