kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.874   6,00   0,04%
  • IDX 7.309   113,47   1,58%
  • KOMPAS100 1.121   16,19   1,47%
  • LQ45 892   15,10   1,72%
  • ISSI 222   1,61   0,73%
  • IDX30 458   9,73   2,17%
  • IDXHIDIV20 552   12,53   2,32%
  • IDX80 129   1,53   1,21%
  • IDXV30 137   2,25   1,67%
  • IDXQ30 152   3,21   2,15%

Bisnis tertekan, merger dan akuisisi di sektor tambang minim


Jumat, 03 Januari 2020 / 20:03 WIB
Bisnis tertekan, merger dan akuisisi di sektor tambang minim
ILUSTRASI. Kunjungan Kementerian BUMN sejak 51% saham Freeport dikuasai Indonesia melalui holding BUMN Tambang, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi korporasi berupa merger dan akuisisi cenderung sepi di tahun ini. Mengutip Reuters, nilai merger dan akuisisi lintas negara turun 25% (yoy) di 2019 lalu menjadi US$ 1,2 triliun. Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia, termasuk di sektor pertambangan.

Awal tahun lalu, memang ada akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia oleh PT Indonesia Asahan Aluminium senilai Rp 55 triliun.

Namun, setelah itu belum ada akuisisi ataupun merger di sektor pertambangan bernilai jumbo yang terealisasi. Rencana Mining Industry Indonesia (Mind Id) yang membeli 20% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) baru benar-benar rampung pertengahan tahun 2020.

Baca Juga: Merger dan akuisisi lintas negara turun 25% yoy sepanjang 2019, kenapa?

Khusus pertambangan batubara, beberapa emiten cenderung menahan diri untuk melakukan aksi korporasi tersebut. Misalnya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang memilih memaksimalkan tiga aset tambangnya, yakni KPC, Arutmin, dan Pendopo alih-alih mencari lahan tambang baru.

Ada pula PT Indika Energy Tbk (INDY) yang belum berniat mengakuisisi tambang baru atau eksisting dalam waktu dekat dan lebih memilih untuk melakukan diversifikasi di sektor non-batubara.

Sementara itu, usai mengakuisisi tambang Rio Tinto pada 2018 silam, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga belum memiliki rencana untuk akuisisi tambang lagi sejauh ini.

Baca Juga: Target produksi nikel Vale Indonesia di 2020 stagnan

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, tren merger dan akuisisi di sektor pertambangan batubara cenderung berkurang. Salah satu penyebabnya adalah kondisi harga batubara yang melemah sehingga mempengaruhi kinerja bisnis di sektor tersebut secara keseluruhan.

Pengusaha tambang batubara juga masih menghadapi ketidakpastian dalam investasi mengingat belum rampungnya revisi UU Minerba. Padahal, beleid ini menjadi payung hukum untuk perpanjangan sejumlah kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×