Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif memastikan pihaknya akan mengkaji opsi memasukkan kontrak bagi hasil cost recovery dalam proses lelang Wilayah Kerja Migas 2020.
Dengan demikian, maka para perusahaan migas tidak lagi diwajibkan menggunakan kontrak bagi hasil gross split.
Baca Juga: Dorong Sinopec segera bangun depo minyak, Pemprov Kepri surati Jokowi
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengungkapkan, penerapan dua opsi kontrak bagi hasil diharapkan dapat meningkatkan minat kontraktor pada WK Migas yang ditawarkan.
"Untuk tahun ini sedang kita kaji. Kemarin kan (2019) kita pakai gross split. kita minta arahan pimpinan apakah kita pakai gross split atau cost recovery. Atau keduanya," ujar Djoko di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (10/1).
Djoko menjelaskan, proses kajian ini masih berlangsung dan dilaksanakan oleh Badan geologi Kementerian ESDM, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM.
Djoko menyebutkan, sejumlah WK Migas yang belum laku dalam lelang tahun 2019 berpeluang besar untuk dilelang ulang pada tahun ini. Sayangnya, ia enggan merinci soal WK Migas yang sudah pasti akan dilelang ulang.
Baca Juga: Tertekan sepanjang 2019, kinerja tembaga diprediksi membaik tahun ini
Sementara itu, Pengamat energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengungkapkan, langkah pemerintah akan membuat investor menjadi lebih fleksibel serta memberikan opsi tambahan.
"Kebijakan pemerintah untuk memberikan pilihan dalam penerapan kontrak migas adalah langkah tepat," ujar Pri Agung ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (10/1).
Bahkan Pri Agung mengungkapkan pemerintah bisa saja membuka opsi untuk mengkaji sistem kontrak tax royalti jika dirasa perlu. "Tax royalty adalah versi asli dari gross split, namun lebih sederhana," terang Pri Agung.
Baca Juga: Konflik AS-Iran belum usik rencana Pertamina akuisisi blok migas di Timur Tengah
Dalam catatan Kontan.co.id, sistem tax &royalty ini sudah banyak diterapkan di negara maju. Sistem kontrak ini dianggap lebih simpel karena negara hanya mendapat hasil bersih dalam bentuk pajak dan royalti saja.
Sistem tax & royalti dinilai menjadi menarik karena di samping simpel dalam hal birokrasinya, juga negara tidak memungut terlalu besar dari royaltinya. Rata-rata royaltinya hanya sekitar 20% saja, bahkan banyak lebih rendah. Tidak seperti gross split yang base split untuk pemerintah saja sudah sebesar 57% untuk minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News