kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.788   72,00   0,43%
  • IDX 6.754   31,38   0,47%
  • KOMPAS100 975   6,49   0,67%
  • LQ45 757   3,46   0,46%
  • ISSI 215   1,64   0,77%
  • IDX30 393   1,29   0,33%
  • IDXHIDIV20 470   -0,22   -0,05%
  • IDX80 110   0,74   0,67%
  • IDXV30 115   0,05   0,04%
  • IDXQ30 128   -0,04   -0,04%

China stop pembangunan PLTU di luar negeri, bagaimana nasib proyek 35.000 MW?


Senin, 27 September 2021 / 20:29 WIB
China stop pembangunan PLTU di luar negeri, bagaimana nasib proyek 35.000 MW?
ILUSTRASI. Pekerja berkomunikasi dengan operator alat berat pada proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) . ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/ama.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Baru-baru ini, China mempertegas komitmennya terhadap penggunaan energi bersih. Dikutip dari Kompas.com, Presiden China, Xi Jinping menyatakan bahwa negaranya tak mau lagi membangun proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara baru di luar negeri dalam Sidang Umum PBB yang digelar di New York, Selasa (21/9) lalu. Meski tidak dirinci lebih lanjut, pernyataan ini diduga dapat secara signifikan membatasi investasi PLTU batubara di negara berkembang.

Selain menyampaikan komitmen untuk menyetop pembangunan PLTU di luar negeri, Xi juga menyatakan bakal meningkatkan dukungan terhadap pengembangan energi hijau dan rendah karbon di negara-negara berkembang. “China akan meningkatkan dukungan untuk negara-negara berkembang lainnya dalam mengembangkan energi hijau dan rendah karbon,” tutur Xi sebagaimana dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Peran Negeri Tirai Bambu sendiri memiliki peran dalam proyek-proyek PLTU di Indonesia Dalam sebuah siaran pers yang dirilis oleh Climate Policy Initiative Indonesia, disebutkan bahwa China telah menggelontorkan dana investasi sebesar US$ 9,6 miliar dalam kurun waktu 2000-2019. Sebanyak US$9,3 miliar di antaranya dialokasikan hanya untuk pembangkit listrik energi batubara. 

Baca Juga: Negara Asia Timur tinggalkan batubara, jadi lecutan bagi Indonesia kembangkan EBT

Saat ini, Indonesia masih mengawal berbagai proyek pembangunan pembangkitan tenaga listrik, termasuk salah satunya  Pembangunan Pembangkit 35.000 MW. Program ini diluncurkan pada Mei 2015 lalu  di Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan masih berjalan hingga saat ini. Sejauh ini, belum ketahuan seberapa besar porsi kontribusi pendanaan China dalam pengembangan PLTU yang ada di dalam peta jalan proyek ini. 

Menanggapi hal ini, Ketua Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Arthur Simatupang mengatakan, dirinya optimistis proyek-proyek eksisting PLTU yang sedang berjalan tidak akan mengalami kendala pembiayaan.

“Sumber pendanaan PLTU untuk proyek yang sudah memiliki komitmen pendanaan tidak terganggu, karena sudah masuk dalam RUPTL sebelumnya dan masih menjadi komitmen pengembang, PLN dan lembaga pendanaan,” kata Arthur saat dihubungi Kontan.co.id (27/9).

Lebih lanjut, Arthur juga menambahkan bahwa anggota APLSI memiliki komitmen untuk mengembangkan pembangkit-pembangkit tenaga listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) ke depannya. 

Dihubungi terpisah, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, PLN selama ini tidak mengalami kendala pendanaan dalam membangun pembangkit 

“Selama ini tidak ada masalah dengan pendanaan bagi PLN dalam membangun pembangkit listrik. Obligasi PLN selalu laris manis di pasar uang global. Hanya memang PLN harus menambah utang dengan menerbitkan obligasi,” kata Fahmy kepada Kontan.co.id (27/9).

Lebih lanjut, Fahmy juga berpandangan bahwa penghentian investasi pengembangan proyek-proyek PLTU oleh China tidak akan mengganggu realisasi Proyek 35.000 MW selama Indonesia memiliki komitmen  memanfaatkan Pembangkit Listrik EBT. Ia sendiri menjagokan panas bumi sebagai sumber energi potensial yang dapat dioptimalkan. Fahmy beralasan, sumber energi panas bumi sangat berlimpah di dalam negeri.

“EBT bayu dan matahari bisa juga digunakan untuk bauran energi. Hanya, kelemahan keduanya bersifat interment, tidak bisa supply listrik secara penuh karena tergantung hembusan angin dan dan sinar matahari,” imbuh Fahmy.

Dalam wawancara sebelumnya, Humas PLN, Intan Fahdiana melaporkan bahwa realisasi program 35.000 MW sudah mencapai sekitar 30% saat ini.

Baca Juga: Intraco Penta (INTA) optimistis penjualan alat berat tumbuh 10%-15% tahun ini

“Untuk program 35 GW, saat ini sebanyak 30 persen atau sekitar 10 GW sudah beroperasi. Sementara 49 persen atau sekitar 17,6 GW dalam proses konstruksi, sebanyak 17 persen atau sekitar 6 GW sudah terkontrak, dan sisanya dalam proses pengadaan dan perencanaan,”  kata Intan kepada Kontan.co.id (24/9).

Lebih lanjut, Intan juga menegaskan bahwa PLN berkomitmen untuk mendorong penggunaan pembangkit EBT yang ramah lingkungan, andal, dan terjangkau. Ia menerangkan, saat ini pun PLN sedang mengembangkan sejumlah pembangkit energi baru terbarukan.

Beberapa di antaranya seperti PLTP (Panas Bumi) di Mataloko berkapasitas 20 MW, PLTP Dieng Binary berkapasitas 10 MW, PLTP Binary Lahendong berkapasitas 5 MW, PLTP Ulubelu berkapasitas 10 MW. Selain PLTP, PLN juga sedang membangun PLTA Jatigede berkapasitas 50 MW, PLTA Asahan 3 berkapasitas 2x87 MW. 

“Terbaru PLN juga tengah membangun PLTS Terapung di Cirata berkapasitas 145 MWp. Dan pembangkit EBT lain yang akan dikembangkan,” kata Intan kepada Kontan.co.id (24/9).

Sejauh ini, Kontan.co.id sudah coba menghubungi pihak PLN untuk meminta tanggapan soal dampak kemungkinan penghentian investasi China terhadap proyek-proyek PLTU di luar negeri terhadap proyek 35.000 MW yang sedang berjalan. Sayangnya, Kontan.co.id belum mendapat konfirmasi dari pihak PLN hingga tulisan ini dibuat.

Selanjutnya: Begini pandangan CPI soal China tidak lagi mendanai PLTU batubara di luar negeri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×