Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pemerintah memastikan, upaya untuk memasukkan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) dan karet ke dalam daftar produk ramah lingkungan atau Environmental Good List (EG List) tidak akan dilakukan pada pertemuan APEC tahun 2013.
Keinginan tersebut harus ditahan, paling tidak untuk tahun ini karena harus mengikuti kebijakan di Asia Pacific Economic Cooperation (APEC).
Direktur Jenderal Kerja sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemdag), Iman Pambagyo, mengatakan, upaya untuk memasukan CPO dalam EG List pada pertemuan APEC tahun ini tidak mungkin dilakukan.
"Pimpinan APEC sudah sepakat, isu untuk menambah daftar produk ramah lingkungan tidak bisa dilakukan tahun ini. Sebab, jika CPO Indonesia dimasukkan ke dalam EG List, maka negara-negara lain menginginkan hal yang sama dan membutuhkan waktu diskusi lebih panjang," ujarnya di Kantor Kemdag, Senin (15/7).
Seperti diketahui, pemerintah Indonesia mengusulkan komoditas hasil perkebunan seperti CPO dan karet masuk dalam daftar produk ramah lingkungan. Apabila produk tersebut disetujui, Indonesia akan diuntungkan, karena eksportir hanya mendapat tarif bea masuk maksimal 5% di negara anggota APEC.
Menurut Iman, pada tahun 2012 lalu, APEC sudah melakukan negosiasi pembahasan penambahan daftar produk yang masuk EG List dan menghasilkan adanya 54 produk yang terdaftar. Negosiasi itu sendiri membutuhkan waktu yang lama, sehingga tidak mungkin untuk dijalankan kembali pada tahun ini.
Iman menambahkan, pemerintah telah mengubah strategi dalam APEC tahun ini terkait upaya memasukkan CPO dalam EG List. "Kita tidak mengubah aspirasi, hanya mengubah strategi saja. Intinya, target sebelum 2015, CPO sudah masuk daftar produk ramah lingkungan," ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, strategi Indonesia adalah mengusulkan adanya daftar baru dengan syarat tidak hanya produk ramah lingkungan. Tetapi, juga terbarukan, mendorong pembangunan pedesaan, dan mendorong pengentasan kemiskinan.
"Kita mengupayakan pendekatan yang lebih strategis terhadap APEC EG List, yaitu melakukan pendalaman pemahaman dan EG List diperkaya dengan produk-produk non manufaktur yang merupakan unggulan negara berkembang," ujarnya.
Membangun UMKM
Iman menilai, sangat disayangkan jika kesuksesan APEC tahun ini di Indonesia hanya diukur dari parameter masuk atau tidaknya CPO ke EG List. Pasalnya, pertemuan APEC akan digunakan untuk membantu perekonomian Indonesia secara umum, seperti pembangunan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) nasional.
Hal ini juga didukung hasil pertemuan ke-III Pejabat Senior APEC atau The Third APEC Senior Officials Meeting (SOM III) pada 5-6 Juli 2013 lalu di Medan Sumatera Utara.
Pertemuan SOM III itu diarahkan sejalan dengan kepentingan Indonesia untuk mendorong pemerataan kesempatan dan pemanfaatan kerja sama APEC. "Di mana liberalisasi dan fasilitasi perdagangan serta investasi harus mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan taraf hidup," beber Iman.
Dia berharap, kerja sama APEC ke depan harus lebih memberikan kesamaan kesempatan bagi UMKM, pengusaha muda, dan wanita pengusaha. Bila semangat ini dapat di rangkul, APEC akan lebih berdaya tahan dalam menghadapi tantangan ekonomi apa pun dan menjadi model kerja sama regional yang ideal.
SOM III juga membahas upaya revitalisasi perdagangan jasa. Hal ini didorong oleh semakin berkembangnya konsep value chain, maka kerja sama APEC juga perlu memberikan perhatian khusus di sektor jasa.
Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) mencatat, rata-rata volume ekspor CPO Indonesia ke AS selama ini hanya 62.000 ton per tahun. Sedangkan total volume ekspor CPO pada 2012 mencapai 18,2 juta ton, naik 10,30% dari ekspor 2011 seberat 16,5 juta ton.
Adapun, produksi CPO Indonesia selama 2012 mencapai 26,5 juta ton, naik 15,2% dibanding 2011 yang sekitar 23 juta ton. Bahkan, di tahun ini produksi CPO diperkirakan bertambah lagi menjadi 28 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News