Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Aturan tata niaga tembakau yang akan membatasi impor dapat mengancam kelangsungan industri rokok yang telah menjadi salah satu sektor penyumbang pajak terbesar di Indonesia. Wacana ini juga dinilai tidak tepat sebagai upaya mendorong 100 % penyerapan tembakau nasional.
Untuk itu, wacana ini perlu diimbangi dengan pertimbangan matang, salah satunya melalui penerapan kebijakan tarif untuk mengatur impor.
"Hal ini lebih tepat daripada melakukan pembatasan," ujar Peneliti senior Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri akhir pekan kemarin.
Yose mengatakan, pembatasan impor terhadap komoditas kerap menyebabkan terjadinya kelangkaan bahan baku di lapangan. Ia mencontohkan kebijakan pembatasan impor gula yang menyebabkan beberapa pabrik gula rafinasi tutup, khususnya industri kecil karena kalah bersaing.
Wacana larangan izin impor tembakau pun berpotensi mengganggu aktivitas produksi sekitar 700-an produsen rokok di Indonesia. Sejak lima tahun terakhir produksi nasional tembakau per tahun rata-rata mencapai sekitar 200 ribu ton, sementara kebutuhan industri sebanyak 300 ribu ton.
Selain itu, tembakau lokal yang dihasilkan tidak dapat sepenuhnya diserap industri hasil tembakau (IHT) lantaran faktor kualitas. Tidak semua tembakau memenuhi standar industri. "Larangan ini malah berpotensi merusak perekonomian secara keseluruhan," kata Jose.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Subagyo menekankan pentingnya pola kerja sama antara industri hasil tembakau dengan para petani. Pimpinan komisi yang membidangi urusan pertanian, pangan, maritim, dan kehutanan ini mengatakan, kemitraan kedua pihak mampu meningkatkan kualitas panen tembakau.
Dengan demikian, petani mendapatkan jaminan bahwa hasil panen mereka akan diserap seluruhnya oleh industri. "Dengan cara pembinaan tersebut, petani dan industri akan sama-sama diuntungkan," ujar politisi Partai Golkar tersebut.
Wacana pembatasan impor tembakau disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan. Diperkirakan, produk hukum ini rampung pada 2017. "Wajib serap tembakau dalam negeri. Jika ada sepucuk saja tidak diserap, tidak ada izin impor," ujar Oke.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News