kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dalam dua tahun, Menteri ESDM minta PLTD PLN beralih dari solar ke sawit


Selasa, 18 September 2018 / 21:09 WIB
Dalam dua tahun, Menteri ESDM minta PLTD PLN beralih dari solar ke sawit
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar menjadikan minyak sawit sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Jonan meminta peralihan dari solar ke minyak sawit ini bisa terealisasi pada 2.000 Megawatt (MW) PLTD dengan jangka waktu selama dua tahun.

“Dalam dua tahun, 2.000 MW PLTD PLN khususnya yang kinerjanya sudah rendah diubah jadi PLTD minyak sawit bisa sampai 100%,” ujarnya dalam sambutan Pembukaan Hari Listrik Nasional ke-73 dan Power-Gen Asia di ICE BSD, Serpong, Selasa (18/9).

Selain untuk bauran energi baru terbarukan (EBT), pergantian dari solar ke minyak sawit ini juga sebagai upaya menekan impor produk bahan bakar minyak (BBM). Pasalnya, saat ini konsumsi BBM sudah mencapai 1,3 juta-1,4 juta barel per hari (bph). Dengan pertumbuhan konsumsi hingga 5%, dalam 10 tahun estimasi konsumsi BBM nasional akan terus meningkat hingga mencapai 1,8 juta-2 juta bph.

Apalagi, membengkaknya impor minyak bisa berakibat pada terdesaknya kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. “Impor jadi besar, kurs jadi terganggu. Jadi PLTD itu harus diubah ke sawit atau green diesel, ” imbuh Jonan.

Hal itu diamini oleh Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso. Menurut Iwan, PLTD masih dominan menggunakan high speed diesel (HSD), sedangkan HSD sebagian didapat melalui impor. Lain halnya dengan minyak sawit yang bisa tercukupi dengan produksi dalam negeri.

“PLTD itu menggunakan HSD, dan sebagian impor. Impor akan berpengaruh pada neraca (perdagangan). Kalau minyak sawit itu kan lokal, betul-betul tidak impor,” ujar Iwan.

Namun melihat kondisi saat ini, ada kendala dari target peralihan ini. Iwan bilang, dari teknis atau sisi desain teknologi, tak semua PLTD bisa menggunakan minyak sawit, kecuali dengan kadar persentase tertentu.

“Karena secara teknologi desai-nya HSD. Jadi harus dicek secara teknis, itu berpengaruh nggak, misalnya ke keandalan. Yang lama tidak bisa diubah, paling hanya berapa persen. Itu misalnya bisa sampai 20% kalau biodiesel,” kata Iwan.

Untuk bisa mencapai 100% minyak sawit, harus ada pergantian mesin. Namun, untuk mengubah 2.000 MW dari solar ke minyak sawit ini, Iwan masih belum menghitung berapa nilai investasi yang harus dikeluarkan.

Untuk soal waktu, jika itu menggunakan pembangkit baru, akan dibutuhkan sekitar 1,5 tahun. Apabila memakai konsep ini, maka target yang diberikan Menteri ESDM selama dua tahun masa pergantian dari solar menjadi 100% minyak sawit masih mungkin untuk dipenuhi.

“Tapi kita juga hitung keekonomian pembangkitnya sendiri, visibility-nya. Kalau hanya menambah persen mungkin masih bisa. Kalau 100% memang baru. kalau pembangkit baru kan 1,5 tahun. Jadi dua tahun dari Pak Jonan itu sudah bisa,” kata Iwan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×