kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dalam perizinan batubara, KPK memilih fokus mengawasi luas wilayah tambang


Minggu, 04 Agustus 2019 / 20:39 WIB
Dalam perizinan batubara, KPK memilih fokus mengawasi luas wilayah tambang


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Luas wilayah pertambangan menjadi isu penting nan sensitif dalam perizinan usaha batubara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menaruh perhatian khusus terhadap persoalan tersebut.

Bahkan, persoalan luas wilayah ini menjadi penjegal terbitnya perpanjangan izin PT Tanito Harum. Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019 itu harusnya menjadi PKP2B pertama yang berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah mengantongi perpanjangan izin dari Kementerian ESDM.

Baca Juga: Wah, KPK Membidik Puluhan Perusahaan Batubara

Namun, perizinan itu dibatalkan, lantaran KPK mengirimkan surat kepada Presiden RI pada 31 Mei 2019. Kepada KONTAN, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan bahwa pihaknya memperingatkan Presiden dan Kementerian terkait agar memperhatikan batas luas wilayah pada perusahaan batubara yang nantinya memegang status IUPK supaya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 atau UU Mineral dan Batubara (Minerba).

Menurut Pahala, peringatan atas batas luas wilayah tambang tersebut menyangkut perpanjangan izin PT Tanito Harum yang saat itu sudah diterbitkan Kementerian ESDM, maupun untuk revisi keenam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang ketika itu sudah siap ditanda tangani oleh Presiden.

KPK menilai, revisi PP tersebut harus merujuk pada Pasal 62 dan Pasal 83 huruf (d) UU Minerba mengenai luas satu wilayah operasi produksi pertambangan/khusus batubara, paling banyak 15.000 hektare.

"Problemnya ini kan luas lahan. Jadi perpanjangan (izin) boleh, tapi luasannya mesti menurut UU, izin usaha kan 15.000 hektare, tapi nggak bisa luas lahannya sama (seperti luas wilayah tambang eksisting)," kata Pahala kepada Kontan.co.id, Sabtu (3/8) malam.

Baca Juga: KPK minta data ke Kementerian ESDM untuk memastikan pemenuhan kewajiban Tanito Harum

Alhasil, revisi keenam PP 23/2010 itu pun terganjal, dan penerbitan perpanjangan izin PT Tanito Harum dibatalkan lantaran luas wilayahnya tidak mengalami penciutan sesuai batasan dalam UU Minerba.

Di sisi lain, selain revisi PP 23/2010 yang dilakukan pemerintah, DPR pun sudah menginisiasi revisi UU Minerba. Ketua Komisi VII DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengungkapkan, inisiatif tersebut sudah dibahas sejak tahun 2017 dan ditetapkan menjadi draft pada 10 April 2018.

Namun, proses itu terhambat lantaran pemerintah tak kunjung merespon dengan memberikan Daftar Investarisir Masalah (DIM). Baru pada 18 Juli lalu, pemerintah dan DPR mulai mengadakan Rapat Kerja Pengantar Musyawarah Pembukaan Pembicaraan Tingkat I untuk membahas revisi tersebut.

Meski begitu, Gus Irawan mengklaim pembahasan revisi UU Minerba tidak secara khusus dilakukan untuk merespon polemik perizinan dan perubahan status dari PKP2B menjadi IUPK.

Baca Juga: Hukuman Idrus Marham diperberat jadi lima tahun penjara, ini komentar KPK

"Kalau dari kami (Komisi VII DPR) sama sekali tidak. Karena dari kami pembahasan revisi sudah dari tahun 2017 dan draft sudah jadi sejak April 2018," kata Gus Irawan kepada KONTAN beberapa waktu lalu.




TERBARU

[X]
×