Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
Terbitnya Permendag 84/2019 ini sebetulnya sudah bermasalah dari awal. Permendag ini terbit ditandatangani pada tanggal 18 Oktober,sebagai pengganti Permendag 31 tahun 2016. Industri tidak siap karena masa transisi kedua Permendag ini hanya satu bulan, sementara banyak proses importasi yang sedang berjalan. Sejak tanggal 22 Nopember, Inspeksi atas Verification Order (VO) tidak dapat dilaksanakan oleh surveyor (dalam hal ini KSO Sucofindo-Suveryor Indonesia dan mitranya di luar negeri) sebagai kepanjangan tangan pemerintah untuk melakukan verifikasi atas barang-barang impor.
Jika tidak ada inspeksi oleh mitra KSO di luar negeri maka tidak ada Laporan Surveryor (LS) dan tidak ada pengapalan barang. Ini yang terjadi saat ini, karena KSO tidak dapat melakukan kegiatan karena surat penunjukannya dari Menteri Perdagangan belum diperbaharui sesuai dengan Permendag 84 yang baru.
Ditambahkan juga bahwa minggu-minggu ini sudah akan memasuki liburan Natal dan Tahun Baru, dikhawatirkan inspeksi juga akan terkendala, sehingga ancaman ketersediaan bahan baku menjadi kenyataan. "Banyak industri yang ketersediaan bahan bakunya hanya sampai Januari 2020, dan setelah itu jika tak ada barang masuk maka kami akan berhenti berproduksi, kontrak-kontrak akan dibatalkan kemudian banjirlah produk-produk jadi impor mengisi pasar-pasar kami. Inilah awal dari kematian industri kami, demikian keluhan yang diterima oleh saya hari-hari ini," kata Liana.
Baca Juga: KRAS kerjasama dengan Lotte terkait lahan industri
Asosiasi betul-betul sangat berharap pemerintah dapat mencari solusi yang cepat dan tepat atas situasi ini. Permendag 84 ini praktis tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Permendag yang diperintahkan Presiden terbit sebagai revisi atas Permendag 31/2016 sebelumnya justru tidak berfungsi seperti yang diharapkan.
Rakortas di Bogor yang dipimpin Presiden Jokowi bulan Agustus 2019 yang lalu yang menekankan pentingnya menyeimbangkan kepentingan lingkungan dan ekonomi hanya harapan belaka. Permendag ini tidak menjamin lingkungannya akan lebih baik, tetapi industrinya pasti akan mati, alih-alih meningkatkan ekspor malah kematian yang akan kita jelang, demikian yang disampaikan pelaku usaha dalam rapat dengan Kementerian terkait.
Wakil Ketua Umum IISIA, Ismail Mandry mengatakan, Permendag 84 mengancam industri baja nasional. Saat ini, ada 35 industri baja dalam negeri yang menggunakan skrap baja untuk bahan baku. “Jika dilarang impor scrap habis sudah industri baja,” ujarnya.
Selain itu, aturan ini bertentangan dengan tata niaga luar negeri. Apalagi, terkait pasokan bahan baku ini, Indonesia bersaing dengan negara ASEAN. "Kenapa aturan ini bermasalah? Karena sejak awal tidak melibatkan industri terkait. Sosialisasi juga tidak. Karena itu, aturan ini harus direvisi. Sekarang Kementerian Perdagangan katanya sedang merevisinya, kita tunggu hasilnya," pungkasnya.
Baca Juga: Industri manufaktur sumbang loan at risk terbesar bank
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News