kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Di UU Cipta Kerja, WNA boleh punya apartemen dengan status hak milik


Rabu, 07 Oktober 2020 / 17:40 WIB
Di UU Cipta Kerja, WNA boleh punya apartemen dengan status hak milik
ILUSTRASI. Melalui Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, warga negara asing (WNA) kini dapat status hak milik atas apartemen.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

Sementara itu, pengamat hukum pertanahan dan properti Eddy Leks berpendapat, ketentuan mengenai subjek-subjek pemegang hak milik atas sarusun di Pasal 144 ayat (1) UU Cipta Kerja sebenarnya hanya menegaskan saja apa yang telah diatur di dalam beleid terdahulu, seperti UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Dia menyebut, isi dari Pasal 47 ayat (2) UU Rusun masih berlaku dan tidak diubah oleh UU Cipta Kerja. Pasal tersebut menjelaskan bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) sarusun diterbitkan bagi setiap orang yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.

Alhasil, sebelum UU Cipta Kerja terbentuk, apartemen memang bisa dimiliki oleh WNA sepanjang hak atas bangunan tersebut adalah hak pakai. Sebab, WNA hanya bisa memegang hak pakai sesuai hukum pertanahan di Indonesia.

“Sejauh ini belum ada UU yang memberi hak bagi WNA untuk memegang hak guna bangunan (HGB). Makanya, saya memandang Pasal 144 UU Cipta Kerja ini hanya sebagai penegasan apa yang telah diatur sejak awal,” terang Eddy.

Eddy tidak bisa memproyeksikan seperti apa dampak penyematan status hak milik kepada WNA terhadap penjualan apartemen di masa mendatang.

Namun, ia menilai, kontribusi pembelian apartemen suatu pengembang oleh WNA biasanya hanya berkisar 10%--30%. Itu pun hanya berlaku di lokasi-lokasi tertentu. Dengan kata lain, mayoritas pembeli apartemen masih WNI.

Dari situ, Eddy justru merasa bahwa pengaturan hak milik bagi WNA tersebut tidak berkaitan langsung dengan tren penjualan apartemen.

“Tapi memang isu ini sudah lama dibahas, salah satunya untuk mendongkrak penjualan pengembang dan di sisi lain mungkin ini jadi alasan modernisasi hukum pertanahan mengingat beberapa negara lain sudah melakukan liberisasi kepemilikan tanah,” imbuhnya.

Selanjutnya: Khawatir aksi mogok kerja perburuk ekonomi, Istana minta tempuh jalur konstitusional

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×