Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM per Agustus 2020 lalu, total potensi listrik dari EBT di Indonesia mencapai 417,8 gigawatt (GW). Namun, total pemanfaatannya baru mencapai 10,4 GW atau masih 2,5%.
Dari jumlah tersebut, potensi terbesar berasal dari energi surya yang mencapai 207,8 GW namun pemanfaatannya masih kecil, yakni baru 0,07% atau 150,2 Megawatt peak (MWp). Potensi listrik dari angin juga jumbo, yakni 60,6 GW, namun pemanfaatannya baru 0,25% atau 154,3 MW.
Sedangkan dari panas bumi, yang termanfaatkan baru 2.130,7 Megawatt (MW) atau 8,9% dibandingkan potensi yang sebesar 23,9 GW. Khusus untuk panas bumi, pemerintah pun membidik target untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pemanfaatan panas bumi terbesar di dunia, menyalip Amerika Serikat. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat kedua dengan pemanfaatan panas bumi terbesar di dunia.
Sementara, untuk gas to power sebagai transisi energi, strategi itu juga sesuai dengan program pemerintah. Menteri ESDM Arifin Tasrif saat menyampaikan Keynote Speech pada acara Gas Exporting Countries Forum-Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (GECF-ERIA), Kamis 16 Juli 2020 lalu menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memaksimalkan pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat.
Komitmen itu beriringan dengan pengembangan energi terbarukan, sebagai sumber energi prioritas ke depan. Bauran energi nasional menargetkan pemanfaatan gas sebesar 22% pada 2025 dan 24% pada 2050. "Pemerintah mengembangkan pasokan gas untuk memenuhi permintaan yang terus tumbuh, di sisi lain juga memastikan bahwa kegiatan gas hulu masih menarik bagi investor," ujar Arifin.
Dihubungi terpisah, Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menyambut baik strategi gas to power yang digencarkan oleh Medco. Menurutnya, gas memang tepat untuk dijadikan sebagai sumber utama di dalam transisi energi.
Pri menegaskan, transisi energi perlu dimaknai dalam konteks memberikan ruang yang lebih banyak bagi energi baru dan terbarukan (EBT) untuk berperan dalam bauran energi, guna saling melengkapi bersama energi fosil yang sampai saat ini masih mendominasi.
"Permintaan kebutuhan energi ke depan tidak akan cukup hanya dipenuhi dari energi fosil saja, juga EBT saja. Jadi di situ konteksnya transisi. Strategi Medco gas to power di Indonesia, menurut saya tepat," kata Pri kepada Kontan.co.id, Minggu (20/12).
Secara keseluruhan, momentum 40 tahun MedcoEnergi untuk meneguhkan transisi ke energi hijau dinilai tepat. Apalagi, menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, pandemi akan mempercepat transisi energi bersih.
Kata dia, korporasi pun akan melihat kondisi ini sebagai peluang bisnis dan menjadi pilihan untuk diversifikasi pendapatan perusahaan. "Investasi EBT akan semakin menarik, apalagi kebijakan dan regulasi pemerintah diarahkan untuk mendukung pengembangan EBT, sehingga Indonesia bisa masuk ke jalur transisi energi," ungkap Fabby.
Kepada Kontan.co.id, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno pun menyampaikan bahwa pihaknya menyambut positif komitmen transisi ke energi bersih yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang dulunya berfokus di sektor energi fosil. Dengan begitu, pemanfaatan potensi EBT Indonesia yang begitu besar bisa semakin terakselerasi, tanpa mengesampingkan pemenuhan energi nasional saat ini.
"Mereka bisa mengkombinasikan pengembangan EBT bersama energi fosil. Kami di Komisi VII tentu akan mendorong itu, karena pasti akan mempercepat proses terbangunnya industri EBT di Indonesia," pungkas Eddy.
Selanjutnya: Ini alasan Medco Energi (MEDC) enggan garap kilang BBM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News