kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,55   2,12   0.24%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR dorong pemerintah berikan insentif ke Perusahaan Gas Negara (PGAS)


Selasa, 21 April 2020 / 19:37 WIB
DPR dorong pemerintah berikan insentif ke Perusahaan Gas Negara (PGAS)
ILUSTRASI. Petugas PT PGN, Tbk memeriksa tekanan pada instalasi ?'Metering Regulating Station' saat penyaluran gas bumi dalam bentuk 'Compressed Natural Gas' (gas alam yang dikompresi) menggunakan teknologi GTM (Gas Transportation Module) atau Gaslink Truck untuk me


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Penurunan harga gas industri menjadi US$ 6 per US$ 6 per millions mritish thermal units (MMBTU) bakal menekan kinerja keuangan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS). Pendapatan PGAS ditaksir bakal tergerus double digit akibat kebijakan tersebut.

Apalagi, kinerja PGAS juga ikut terbebani oleh imbas pandemi corona (covid-19). Oleh sebab itu, Komisi VII DPR RI berpendapatan pemerintah perlu memberikan insentif untuk meringankan beban perusahaan gas negara ini.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengungkapkan, pandemi covid-19 membuat perekonomian melambat. Sementara itu, penerapan penurunan harga gas membuat PGN mendapat beban yang semakin berat.

Baca Juga: Hingga pertengahan Maret 2020, NPL akseleran mencapai 0,73%

"Karena itu saya kira kita harus dorong ini (insentif) dalam kondisi seperti ini," kata Gus dalam Rapat Dengar Pendapat virtual Komisi VII DPR yang digelar Selasa (21/4).

Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengungkapkan, kemampuan keuangan PGN harus dipertimbangkan dalam menjalankan kebijakan penurunan harga gas. Sebab, belum ada kejelasan insetif untuk sektor hilir migas.

"Ada usulan untuk meminta kompensasi atau insentif secara fiskal. Nah, pertanyaannya apakah cash flow PGN cukup kuat, karena ini (insentif) butuh waktu untuk pencairan dan penganggaran di APBN pemerintah," ungkap Eddy.

Komisi VII DPR pun meminta pemerintah untuk menyiapkan insentif supaya kinerja BUMN yang tercatat di Bursa Efek Indonesia berkode emiten PGAS itu tidak boncos.

Berbarengan dengan itu, Komisi yang membidangi urusan energi itu juga mendorong Kementerian ESDM untuk mengkaji ulang dan menunda penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2020 tentang tatacara penetapan penggunaan dan harga gas bumi tertentu di bidang industri.

Adapun, dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PGN Gigih Prakoso menerangkan insentif yang diperlukan PGN terkait penurunan harga gas ini.

Baca Juga: China-Malaysia terlibat sengketa, dua kapal perang AS berjaga di Laut China Selatan

Gigih mengatakan bahwa insentif atau kompensasi diperlukan untuk menutup selisih (gap) dari penurunan harga gas menjadi US$ 6 per mmbtu tersebut.

Ia menjelaskan, dengan rata-rata harga gas industri saat ini sekitar US$ 8,4 per mmbtu, maka ada gap sebesar US$ 2,4 per mmbtu. Selisih tersebut kemudian diperkecil dari penurunan harga beli gas dari hulu menjadi sekitar US$ 4-US$ 4,5 per mmbtu.

Saat ini, harga beli rerata berada di angka US$ 5,4 per mmbtu. Penurunan harga beli ini ditaksir bisa mengurangi gap sebanyak US$ 1,8. Artinya, masih ada sekitar US$ 0,6 per mmbtu dari rerata harga awal dan penurunan harga menjadi US$ 6 per mmbtu ini.

"Gap itu lah yang akan kami hitung secara detail. Akan kami sampaikan melalui Pertamina kepada Menteri ESDM dan BUMN untuk bisa mendapatkan kompensasi," ungkapnya.

Baca Juga: Cegah penyebaran virus corona, PGN (PGAS) tingkatkan transaksi non-tunai di SPBG

Gigih mengatakan, ia pun akan meminta klarifikasi dan mengajukan beberapa opsi kepada Kementerian ESDM terkait usulan insentif ini. Antara lain, mengusulkan adanya penambahan volume gas yang bisa dialokasikan kepada PGN dengan harga khusus. "Sehingga kami bisa menjual tambahan volume ini kepada pelanggan-pelanggan baik sektor indutri yang masuk Perpres 40, aau pun yang di luar," sebutnya.

Namun, di tengah kondisi Corona yang membuat permintaan gas merosot, PGN akan kesulitan untuk menjual gas. Maka, kata Gigih, alternatif yang diusulkan PGN ialah insentif berupa penggantian secara cash dari pemerintah. "Ini nanti kita akan sampaikan kepada pemerintah melalui Pertamina untuk dimintakan persetujuannya," tandas Gigih.

Sementara itu, Direktur Keuangan PGN Arie Nobelta Kaban menerangkan, penurunan demand gas PLN bisa berdampak terhadap menurunnya laba PGN di tahun ini. Sementara itu, jika penurunan harga gas menjadi US$ 6 per mmbtu diterapkan tanpa adanya insentif atau kompensasi dari pemerintah, Arie pun menyataakn bahwa pendapatan PGN bakal anjlok sekitar 21%.

Baca Juga: Perusahaan BUMN Gelar Tes Massal Kesehatan Bisnis

Kondisi itu tentu berdampak terhadap kas dan laba PGN. "Dari sisi revenue itu akan ada penurunan sekiatr 21%, asumsinya tidak ada insnetif atay kompensasi. Maka akan berdampak terhadap cash flow dan laba rugi PGN," kata Arie.

Bahkan, hal ini pun akan mempengaruhi kemampuan PGN dalam membayarkan kewajiban jangka panjang, yang pada tahun 2024 tercatat sekitar US$ 1,95 miliar. "Apabila tidak ada insentif maka kemampuan PGN untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya kemungkinan akan terganggu," sebut Arie.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×