kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR: Tidak puas dengan revisi UU Minerba, silakan gugat ke MK!


Kamis, 14 Mei 2020 / 06:41 WIB
DPR: Tidak puas dengan revisi UU Minerba, silakan gugat ke MK!
ILUSTRASI. revisi UU Minerba akhirnya disahkan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengesahan perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) alias UU Minerba memantik pro-kontra. Mereka yang pro menilai revisi UU minerba dapat memberikan kepastian hukum dan investasi serta pembenahan dalam tata kelola pertambangan.

Namun, sejumlah kalangan mengkritik pengesahan perubahan UU minerba lantaran dinilai bermasalah baik secara proses pembahasan maupun substansi. Gelombang penolakan itu akan membawa pengesahan revisi UU minerba untuk digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menanggapi hal itu, DPR RI pun mempersilakan bagi kalangan masyarakat yang tidak sepakat untuk menggugat pengesahan revisi UU minerba melalui judicial review ke MK. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno tak menampik, pengesahan UU minerba tak dapat memuaskan semua pihak.

Baca Juga: Dinilai cacat proses dan substansi, sejumlah kalangan akan gugat UU Minerba ke MK

"Bagi mereka yang tidak merasa puas, tentu ada jalur yang telah disiapkan oleh konstitusi untuk menyampaikan aspirasinya. Kami persilakan hal tersebut dilaksanakan. Tentu kalau sudah MK, semua pihak akan tunduk dan patuh terhadap keputusan yang dihasilkan MK ke depannya," kata Eddy saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/5).

Eddy mengklaim, UU minerba yang disahkan Selasa kemarin akan mampu menjawab perkembangan zaman, memenuhi kebutuhan di sektor pertambangan dan memberikan kepastian hukum. Termasuk memastikan jaminan pasca tambang, reklamasi, sanksi berat bagi pelanggar, serta memberikan kepastian tentang proses hilirisasi.

"Kami berharap ke depannya ini akan semakin menarik, rezim pertambangan dan mineral di Indonesia," sambung Eddy yang juga merupakan Wakil Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU Minerba.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto dalam laporan hasil pembahasan tentang perubahan UU Minerba di Rapat Paripurna. Sugeng meyakini, revisi UU Minerba akan mampu memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi tata kelola kegiatan pertambangan di Indonesia saat ini, kendati belum dapat memuaskan semua pihak.

"Kami menyadari bahwa RUU minerba ini belum lah menyenangkan semua pihak," kata dia..

Sebelumnya, dalam rapat kerja atau Pembicaraan Tingkat I pada Senin (11/5), Ketua Panja RUU Minerba Bambang Wuryanto mengatakan, jika ada pihak yang tidak sepakat dengan hasil revisi ini, pihaknya mempersilahkan untuk mengajukannya gugatan judicial review.

"Pembahasan terlalu cepat? jawaban kami, ini disiapkan 2016. Pembahasan perundangan mesti dipahami. Kalau ada yang tidak pas, judicial review saja," tandasnya.

Baca Juga: Ini poin-poin penting dalam UU Minerba yang baru disahkan

Adapun, sejumlah kalangan yang bersiap menggugat UU minerba baru ke MK antara lain Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi. Ia menilai, pengesahan revisi UU Minerba cacat baik dari segi formalitas maupun substansi.

"Sudah ada beberapa tokoh yang siap mengajukan diri sebagai pemohon uji materiil UU Minerba 2020 ke MK. Begitu sudah di tandatangan presiden dan diundangkan oleh Menkumham, langsung kami daftarkan ke MK," kata Redi kepada Kontan.co.id, Rabu (13/5).

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso. Menurutnya, UU Minerba baru ini tidak meniupkan angin segar untuk tata kelola pertambangan di Indonesia, kecuali bagi para pemegang KK dan PKP2B perpanjangan.

Budi pun menyoroti adanya jaminan perpanjangan izin dan juga soal luas wilayah. Ia mempersoalkan penggantian klausula "dapat diperpanjang" dalam UU No.4/2009 yang diubah menjadi "dijamin". "Kami dengan beberapa kolega akan melakukan judicial review, dan sedang menyiapkan materi dan dokumen pendukungnya. Banyak cacat prosedur yang dilakukan dan tidak hanya cacat substansi," kata Budi.

Penolakan juga datang dari koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia. Manager Advokasi dan Program Pengembangan Publish What You Pay (PWYP) Aryanto Nugroho menyoroti sidang-sidang dalam Komisi VII DPR yang dinilai tertutup, termasuk dalam proses pembahasan revisi UU Minerba yang minim pelibatan publik.

Baca Juga: Tok! DPR sahkan revisi UU Minerba

Secara substansi, Aryanto antara lain menyoroti terkait dengan luasan wilayah pertambangan dan jaminan perpanjangan izin operasi pertambangan. Juga sentralisasi kewenangan perizinan yang diambil pemerintah pusat.

Sementara itu, Arip Yogiawan dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa penyusunan dan pengesahan revisi UU Minerba merupakan proses legislasi terburuk dalam lima tahun terakhir. Ia pun menyerukan partisipasi elemen masyarakat dalam advokasi untuk menggugat revisi UU Minerba baik secara proses hukum maupun politik.

"Judicial review harus lebih bermakna, dengan melakukan konsolidasi rakyat. Kita harus menjadi antitesis dari DPR yang tidak partisipatif. Ini proses terburuk dalam pembuatan legislasi," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×