kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.596.000   -9.000   -0,35%
  • USD/IDR 16.805   35,00   0,21%
  • IDX 8.644   106,34   1,25%
  • KOMPAS100 1.196   14,99   1,27%
  • LQ45 852   6,61   0,78%
  • ISSI 309   4,03   1,32%
  • IDX30 439   3,37   0,77%
  • IDXHIDIV20 514   3,08   0,60%
  • IDX80 133   1,39   1,06%
  • IDXV30 139   1,20   0,87%
  • IDXQ30 141   0,87   0,62%

Ekspor Indonesia Diproyeksi Melambat pada Tahun 2026


Senin, 29 Desember 2025 / 19:47 WIB
Ekspor Indonesia Diproyeksi Melambat pada Tahun 2026
ILUSTRASI. t (ANTARA FOTO/SULTHONY HASANUDDIN) Kinerja perdagangan luar negeri Indonesia pada 2026 diperkirakan menghadapi tekanan dari pelemahan ekonomi global


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja perdagangan luar negeri Indonesia pada 2026 diperkirakan menghadapi tekanan dari pelemahan ekonomi global, penurunan harga komoditas, serta dinamika perang dagang yang masih berlanjut. Sejumlah ekonom menilai, meski ekspor dan neraca dagang masih berpotensi mencatatkan surplus, lajunya cenderung melambat dan surplusnya menyempit dibandingkan tahun sebelumnya.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai prospek ekspor Indonesia pada 2026 cenderung stagnan, bahkan berpotensi melemah. Ia menyoroti perlambatan ekonomi negara-negara mitra dagang utama Indonesia, seperti China, India, Jepang, dan Malaysia, sementara pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan stagnan. 

Di sisi lain, harga komoditas unggulan Indonesia seperti CPO, batubara, dan nikel menunjukkan tren penurunan dalam setahun terakhir dan berpotensi berlanjut pada 2026.

Baca Juga: Cipta Selera (CSMI) Menutup Operasional Texas Chicken, Ini Alasannya

“Kombinasi penurunan volume dan harga, membuat nilai ekspor kita berpotensi menurun atau stagnan tahun depan,” ujar Wijayanto saat dihubungi Kontan, (23/12/2025).

Ia menambahkan, kondisi tersebut berisiko menekan stabilitas moneter dan nilai tukar rupiah, seiring dengan potensi melemahnya kinerja ekspor bersih. Sementara itu, impor diperkirakan relatif stagnan akibat daya beli yang masih terbatas dan ekspansi industri yang belum agresif. 

Namun, Wijayanto mengingatkan adanya risiko membanjirnya barang impor dari China yang lebih kompetitif dari sisi harga dan didukung sistem logistik yang semakin efisien. Dengan kondisi tersebut, neraca perdagangan Indonesia kata dia masih berpotensi surplus, tetapi nilainya terus menurun dan mendekati titik nol.

Pandangan yang relatif sejalan disampaikan Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Ia menilai, ekspor Indonesia pada 2026 masih berpeluang tumbuh, meski dengan laju yang lebih moderat dibandingkan 2025. 

Pertumbuhan ekspor barang dan jasa diperkirakan berada di kisaran 6,7% secara tahunan (YoY), sementara impor diproyeksikan tumbuh lebih cepat sekitar 7,2% YoY.

Menurut Josua, impor yang meningkat bukan semata mencerminkan melemahnya daya saing, melainkan konsekuensi dari dorongan investasi dan ekspansi usaha yang membutuhkan barang modal dan bahan baku impor. “Pola ini terlihat pada 2025 ketika impor banyak ditopang barang modal seperti mesin, peralatan, alat komunikasi, dan komputer, sehingga masuk akal bila 2026 tetap menunjukkan karakter impor yang kuat,” kata Josua.

Di sisi lain, ekspor pada 2026 menurut Josua tetap ditopang oleh komoditas dan manufaktur tertentu, seperti sawit dan turunannya, besi baja, serta mesin dan peralatan listrik, meski pertumbuhannya lebih bertahap seiring normalisasi setelah lonjakan pengapalan pada 2025.

Dengan asumsi impor tumbuh lebih cepat daripada ekspor, Josua menilai neraca perdagangan Indonesia pada 2026 masih cenderung surplus, namun surplusnya berpotensi menyempit. Risiko utama berasal dari fluktuasi harga komoditas dan melambatnya permintaan mitra dagang besar, khususnya Tiongkok.

Tekanan serupa juga disoroti Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet. Ia menilai ekspor Indonesia pada 2026 berpotensi tidak tumbuh kuat dan masih berada dalam tekanan, terutama akibat implementasi penuh tarif resiprokal Amerika Serikat sejak Agustus 2025. 

Penurunan harga komoditas energi seperti batubara dan minyak mentah juga berisiko menekan nilai ekspor, meskipun volumenya relatif terjaga. “Di sisi lain, peluang dari kenaikan harga komoditas pertanian seperti kelapa sawit dan minyak kelapa relatif terbatas karena sebagian pasokan berpotensi terserap pasar domestik, seiring kebijakan seperti B50,” tutur Yusuf.

Di sisi lain, impor justru diperkirakan Yusuf meningkat, didorong oleh perang dagang global dan kelebihan kapasitas manufaktur China yang mengalihkan pasar ekspornya ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. 

Kebutuhan barang modal industri serta tekanan impor migas akibat volatilitas harga energi global turut memperkuat tren kenaikan impor.

Dengan kondisi tersebut, Yusuf menilai neraca dagang Indonesia pada 2026 masih berpotensi mencatatkan surplus, namun nilainya semakin menyempit dibandingkan 2025. Ia mengatakan, era surplus besar pasca-boom komoditas telah berakhir, sehingga ketahanan neraca dagang ke depan semakin bergantung pada kinerja sektor non-migas dan kemampuan industri domestik menahan laju impor.

Di tengah tantangan tersebut, perjanjian dagang menjadi salah satu tumpuan untuk menjaga kinerja ekspor. Wijayanto menilai kesepakatan tarif dengan Amerika Serikat dan perjanjian IEU-CEPA memiliki potensi konkret untuk mendorong ekspor Indonesia, meski implementasinya masih membutuhkan waktu dan kesiapan industri. 

Sementara itu, Josua menyoroti perjanjian perdagangan resiprokal Indonesia–AS yang ditargetkan rampung pada Januari 2026, yang membuka peluang pengecualian tarif bagi sejumlah produk unggulan Indonesia seperti minyak kelapa sawit, kakao, kopi, dan teh.

Adapun Yusuf menekankan di tengah fragmentasi perdagangan global, perjanjian dagang berperan penting untuk menjaga akses pasar dan mendiversifikasi tujuan ekspor Indonesia di luar Amerika Serikat dan Tiongkok. 

Optimalisasi perjanjian yang sudah ada, seperti RCEP, serta persiapan menuju implementasi IEU-CEPA dinilai Yusuf krusial agar manfaat perjanjian dagang dapat benar-benar dirasakan oleh industri nasional dalam beberapa tahun ke depan.

Baca Juga: Pertamina International Shipping dan PAL Menjajaki Kerjasama di Bidang Kapal

Selanjutnya: 4 Cara Merawat Rambut yang Diwarnai agar Awet dan Tetap Sehat

Menarik Dibaca: 4 Cara Merawat Rambut yang Diwarnai agar Awet dan Tetap Sehat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×