Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai ekspor kelapa bulat terus melonjak tajam sepanjang tahun ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor kelapa bulat pada Januari–Maret 2025 mencapai US$ 46 juta, melonjak 146% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman menilai lonjakan ekspor kelapa bulat saat ini menimbulkan paradoks.
Di satu sisi, peningkatan ekspor mampu mendorong devisa dan memperbaiki harga di tingkat petani, namun di sisi lain justru mengancam keberlangsungan industri pengolahan domestik yang membutuhkan pasokan bahan baku secara stabil dan berkelanjutan.
“Pola insentif pasar membuat petani lebih memilih menjual ke eksportir karena tawaran harga tunai lebih tinggi. Akibatnya, pabrik pengolahan harus bersaing langsung dengan pasar ekspor pada level bahan mentah,” kata Rizal kepada Kontan, Minggu (7/8/2025).
Kondisi ini, lanjutnya, berpotensi menimbulkan distorsi struktural dan menghambat agenda hilirisasi yang tengah digencarkan pemerintah.
Baca Juga: Ekspor Kelapa Bulat Melonjak, Industri Olahan Kekurangan Bahan Baku
Meski secara nominal kinerja ekspor produk olahan kelapa seperti crude coconut oil dan desiccated coconut masih tumbuh pada 2025, Rizal menilai tren tersebut rapuh karena lebih banyak ditopang faktor eksternal, terutama kenaikan harga global, bukan peningkatan kapasitas produksi domestik.
“Ini menciptakan ilusi pertumbuhan, devisa naik tetapi penyerapan tenaga kerja dan basis produksi tidak maksimal,” jelasnya.
Rizal mendorong pemerintah menata ulang arsitektur perdagangan kelapa dengan kebijakan jangka pendek, menengah, hingga panjang.
Dalam jangka pendek, ia mengusulkan penerapan pungutan ekspor progresif pada kelapa bulat, dengan ketentuan hasil pungutan dialokasikan langsung untuk program peremajaan pohon tua.
Ia juga mendorong pemberian subsidi input produksi serta pembentukan koperasi aggregator agar petani tetap memperoleh nilai tambah.
Baca Juga: Kopi, Cokelat, dan Kelapa Diramal Bakal Jadi Andalan Ekspor Indonesia
Sementara dalam jangka menengah, insentif fiskal dan kredit investasi bagi industri olahan bernilai tambah perlu diperkuat, disertai fasilitasi kontrak off-take antara koperasi petani dengan pabrik agar pasokan lebih terjamin.
Adapun untuk jangka panjang, Rizal menekankan pentingnya program replanting, riset varietas unggul, hingga pembangunan sistem data nasional berbasis dashboard pasokan yang dapat dijadikan dasar kebijakan ekspor.
“Kelapa seharusnya tidak lagi hanya menjadi komoditas mentah, tetapi pilar industrialisasi yang menciptakan nilai tambah berlipat ganda di dalam negeri,” tegasnya.
Selanjutnya: Siapkan 100.000 Talenta Digital, Elitery Gelar Pelatihan Content Creator AI
Menarik Dibaca: Ini 5 Ciri Peluang Usaha Menjanjikan yang Bisa Bertahan Lama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News