Reporter: Handoyo | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kinerja ekspor kopi semakin terpuruk. International Coffee Organization (ICO) mencatat, ekspor kopi Indonesia pada September 2011 hanya sebanyak 225.000 karung atau 13.500 ton. Angka ini turun 35,71% dari Agustus 2011 sebesar 350.000 karung atau sebanyak 21.000 ton.
Sabam Malau, Ketua Forum kopi Sumatra Utara atawa North Sumatra Forum Coffee (NSCF), mengatakan, penurunan volume ekspor kopi ini disebabkan beberapa hal, pertama, eksportir kopi cenderung menahan penjualan karena menunggu harga tinggi. Kedua, biaya produksi yang tinggi membuat eksportir lebih memilih menjual kopi ke pasar dalam negeri.
Ketiga, hama pengerek buah kopi (PBKo) yang menyerang biji kopi menjadikan produksi turun. "Juga dipengaruhi gejolak perekonomian yang melanda Amerika dan Eropa," kata Sabam kepada KONTAN (3/11).
Volume ekspor kopi pada September tahun ini pun jeblok jika dibanding volume ekspor September tahun lalu. Mengutip data ICO, September 2010, volume ekspor Indonesia mencapai 650.000 karung (39.000 ton) atau melebihi 65,38 %, dibandingkan September ini.
Selain volume ekspor yang turun, harga kopi di pasar internasional ikut anjlok. Harga rata-rata harian kopi jenis robusta pada September lalu US$ 2,13 sen per pon. Sementara untuk Oktober, turun % menjadi US$ 1,93 sen per pon.
Sadarsah, eksportir kopi asal Sumatera, mengatakan, penurunan volume ekspor kopi karena karena krisis kopi yang terjadi hampir di seluruh dunia yang dampaknya masih terasa hingga saat ini.
Harga kopi lokal naik
Walau harga kopi dunia mengalami penurunan, namun Sabam mengatakan jika harga biji kopi di pasar lokal cenderung mengalami peningkatan.
Sabam mencontohkan, selama 2 minggu terakhir harga biji kopi dengan kondisi masih ada kulit (gabah), dari Rp 20.000 per kg-21.000 per kg, naik menjadi Rp 26.000 per kg-Rp 27.000 per kg.
Sedangkan untuk harga jual biji kopi dalam kondisi sudah dikupas, yang tadinya Rp 50.000 per kg, menjadi Rp 64.000 per kg-65.000 per kg. "Saya juga heran kenapa bisa terjadi seperti ini," ujar Sabam.
Tren naiknya harga biji kopi di tingkat petani karena eksportir melakukan pembelian yang lebih tinggi dari harga standar. "Jika dulu eksportir mendapat untung Rp 20.000, kini mereka bagi-bagi ke petani," kata Sabam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News