Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri pulp dan kertas nasional mencatatkan kinerja yang cukup solid memasuki kuartal III-2025.
Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Liana Bratasida mengungkapkan, ekspor pulp pada periode Januari–Juli 2025 melonjak 105% menjadi 3,8 juta ton, dibandingkan 1,8 juta ton pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, ekspor kertas juga naik 15% menjadi 3,4 juta ton dari 3 juta ton.
“Peningkatan ini menunjukkan daya saing produk Indonesia masih terjaga di pasar global, walaupun persaingan dan regulasi lingkungan semakin ketat,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (23/9/2025).
Baca Juga: Kemenperin: Garam Industri Jadi Komponen Vital Sektor Pulp dan Kertas
Dari sisi domestik, konsumsi kertas per kapita Indonesia masih berada di level 32 kilogram per tahun, jauh tertinggal dari negara maju yang bisa mencapai lebih dari 100 kilogram.
Meski begitu, menurut Liana, kondisi ini justru membuka ruang pertumbuhan, seiring meningkatnya kebutuhan produk berbasis kertas sebagai alternatif ramah lingkungan pengganti plastik sekali pakai.
Namun, industri kertas nasional masih dibayangi persaingan ketat dengan produk impor.
Liana mengatakan, kertas dari Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, dan negara lain masuk dengan harga jauh lebih murah, bahkan diduga melalui praktik dumping.
“Situasi ini menekan produsen lokal hingga harus menurunkan harga, margin semakin tipis, bahkan ada yang mengurangi kapasitas produksi,” kata Liana.
Di sisi lain, kebutuhan terhadap bahan baku kertas daur ulang (KDU) yang belum sepenuhnya tercukupi dari dalam negeri juga membuat kebutuhan impor tetap tinggi untuk memenuhi permintaan bahan baku KDU untuk industri kertas di dalam negeri.
Baca Juga: Industri Kertas Lokal Minta Perlindungan dari Serbuan Produk Impor
Untuk itu, sejumlah pelaku usaha telah mengajukan permohonan penyelidikan anti-dumping ke Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI), salah satunya terkait kertas dupleks.
APKI menilai konsistensi kebijakan pemerintah juga krusial untuk melindungi industri dalam negeri.
Dukungan bisa melalui penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pengaturan tarif impor, maupun penguatan standar kualitas produk impor.
Liana menambahkan, pemerintah sejauh ini telah cukup aktif mendukung pertumbuhan industri pulp dan kertas, mulai dari penguatan tata kelola bahan baku KDU, perluasan akses ekspor lewat perjanjian internasional, hingga dorongan penerapan industri hijau.
Dukungan regulasi turut diberikan lewat Permenperin No. 39/2024 mengenai impor limbah non-B3 sebagai bahan baku, serta pelatihan Life Cycle Assessment (LCA) dan Product Category Rules (PCR).
Baca Juga: Kebijakan Tarif Impor Trump Berpotensi Lemahkan Daya Saing Pulp dan Kertas Indonesia
Selain itu, pemerintah bersama APKI tengah menyusun roadmap dekarbonisasi untuk industri pulp dan kertas, sejalan dengan target Net Zero Emission (NZE) sektor industri pada 2050.
Pemerintah juga memberi perhatian pada kebutuhan garam industri, yang menjadi bahan baku penolong penting. Mengingat kualitas garam lokal belum sepenuhnya memenuhi standar bagi industri.
“Pemerintah menegaskan akan mencermati kebijakan pergaraman nasional, terutama terkait rencana swasembada garam 2027, agar tidak menghambat kelangsungan produksi,” kata Liana.
Selanjutnya: Pasar LCGC Anjlok, Astra Daihatsu Motor (ADM): Ekonomi Lesu
Menarik Dibaca: Ini Kiat Atasi Mata Minus Pada Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News