kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.284.000   34.000   1,51%
  • USD/IDR 16.595   -40,00   -0,24%
  • IDX 8.169   29,39   0,36%
  • KOMPAS100 1.115   -0,85   -0,08%
  • LQ45 785   2,96   0,38%
  • ISSI 288   0,88   0,31%
  • IDX30 412   1,48   0,36%
  • IDXHIDIV20 463   -0,53   -0,11%
  • IDX80 123   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 129   -0,13   -0,10%

Eksportir Kopi Menilai Tarif Impor AS 19% Bisa Tekan Ekspor Kopi Indonesia


Selasa, 07 Oktober 2025 / 16:09 WIB
Eksportir Kopi Menilai Tarif Impor AS 19% Bisa Tekan Ekspor Kopi Indonesia
ILUSTRASI. Java Coffee Estate (JCE) perkebunan kopi yang dikelola melalui kerja sama antara PTPN IV PalmCo dan PTPN I, terus memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen kopi arabika specialty Indonesia yang mengedepankan standar keberlanjutan dengan sertifikasi internasional. Tarif bea masuk sebesar 19% membuat daya saing kopi Indonesia di pasar Amerika Serikat (AS) terancam.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Tarif bea masuk sebesar 19% membuat daya saing kopi Indonesia di pasar Amerika Serikat (AS) terancam. 

Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Moelyono Soesilo mengaku hingga kini ekspor kopi Indonesia masih berjalan normal pasca tarif AS diberlakukan pada 7 Agustus lalu. Namun begitu, ia bilang ada kemungkinan AS berpaling dari kopi Indonesia. . 

“Belum ada permintaan yang meningkat dari buyer AS, pasar masih as usual. Buyer AS saat ini mulai mempertimbangkan untuk mengalihkan kebutuhan kopi biji ke daerah negara Amerika Selatan dan Amerika Tengah,” kata Moelyono kepada Kontan, Selasa (7/10/2025). 

Terkait itu, masalahnya bukan terletak pada daya saing berdasarkan kualitas kopi domestik. Alih-alih, jarak pengiriman yang cenderung jauh menjadi kendala tersendiri bagi buyer. 

Baca Juga: Pemerintah Teken PP 39/2025, Koperasi Bisa Kelola Tambang Mineral dan Batubara

Moelyono menjelaskan, pengiriman kopi dari Indonesia ke AS bisa memakan waktu 1,5–2 bulan. Jika dibandingkan, pengiriman dari Amerika Selatan, misalnya, hanya memerlukan waktu 2–3 minggu. 

Jarak dan waktu tempuh ini, menurutnya, bakal memengaruhi cash flow perusahaan. Dus, tak heran jika buyer ingin beralih ke eksportir yang lebih terjangkau. 

Nah selain soal waktu transit yang lama, Moelyono bilang tarif juga memainkan peran. Asal tahu saja, sejumlah negara produsen kopi Amerika Selatan, yakni Kolombia dan Peru, mendapat tarif yang jauh lebih rendah, yakni sebatas 10%. Selain itu, Brazil sebagai produsen kopi terbesar dunia masih dikenakan tarif tinggi sebesar 50%. 

Produksi Turun

Dalam risetnya, Moelyono menyebut produksi kopi selama 2025 bakal mencapai 720.000–750.000 ton. Namun, pada 2026 mendatang, jumlahnya bakal turun ke kisaran 690.000–720.000 ton. 

Ada dua faktor yang menyebabkannya. “Penurunan itu jadi wajar setelah panen tinggi tahun ini, tanaman butuh istirahat dulu. Selain itu, cuaca tahun ini anomali, sering terjadi hujan pada musim kemarau,” paparnya. 

Penurunan produksi ini menjadi tantangan utama industri kopi ke depannya. Pasalnya, masalah kesinambungan pasokan biji kopi akibat prospek panen yang lemah bakal membuat tren harga ikut menurun. 

Selain itu, keterbatasan pasok juga otomatis mengurangi kemampuan ekspansi ke pasar baru. “Karena secara supply sangat terbatas, produksi kopi biji stagnan,” katanya.

Baca Juga: Praperadilan Nadiem Makarim, Ahli Nilai Penetapan Sebagai Tersangka Tidak Sah

Selanjutnya: Bank Dunia: Tarif Tinggi AS Akan Tekan Pertumbuhan Ekonomi Asia Selatan pada 2026

Menarik Dibaca: 8 Jenis Minuman yang Bisa Menurunkan Risiko Kanker Menurut Ahli

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×