Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) siap membahas pemberian participating interest alias 10% saham Blok Masela, Laut Arafuru, Maluku kepada Pemerintah Provinsi Maluku. Namun, pemerintah pusat mewanti-wanti agar Pemda tidak menjual 10% saham itu ke investor asing atau lokal yang tak jelas.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Naryanto Wagimin menyatakan, hingga kini, pihaknya masih mengadakan pembicaraan dengan Pemprov Maluku atas pemberian 10% saham itu. "Sedang kami rapatkan, belum dikasih 10% saham itu. Nanti, Jumat (14/11) Gubernur Maluku Said Assagaff akan datang ke kantor Kementerian ESDM," ujar Naryanto kepada KONTAN, Senin (10/11).
Menurut dia, selain mengadakan pembicaraan dengan pemerintah daerah, Kementerian ESDM juga akan berdiskusi dengan Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Maluku maupun Kabupaten di Maluku, untuk memastikan adanya kesepakatan diantara mereka dalam mengelola 10% saham di Blok Masela tersebut.
Naryanto berharap agar jika nantinya Pemprov Maluku dan Pemerintah Kabupaten yang ada di Maluku resmi telah mendapatkan jatah 10% saham di Blok Masela, sebaiknya tidak menjual lagi saham itu kepada pihak swasta, baik itu swasta nasional maupun swasta asing. "Pemerintah daerah dan BUMD harus bertanggung jawab atas kewenangan yang diberikan atas Blok Masela itu," ungkap dia.
Karena, pemberian 10% saham itu dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kebangga an bagi warga dan pemda karena bisa ikut memiliki Blok Masela. Namun demikian, pemerintah pusat tetap akan menyerahkan sepenuhnya kewenangan bagi pemerintah daerah dan BUMD jika nantinya ingin menggandeng pihak swasta.
Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Maluku Martha Nanlohy mengatakan, saat ini pemberian 10% saham kepada pemerintah daerah Provinsi Maluku dan pemerintah daerah kabupaten yang ada di Maluku masih dalam proses pembahasan. "Tunggu saja deh," ungkap dia.
Karena itu, ia enggan mengungkapkan cara pemerintah daerah dalam mengelola 10% saham di Blok Masela itu. Termasuk apakah saham itu akan dijual ke pihak swasta atau dikelola sendiri oleh Pemprov Maluku. "Saya gak mau komentar, nanti saja kalau sudah oke," tambah dia.
Pengamat migas John Karamoy menyarankan, Pemprov Maluku menghitung 10% dari besaran biaya investasi yang sudah dikeluarkan oleh Inpex Masela Ltd sebagai operator sebelum memutuskan mengambil 10% saham di Blok Masela. Bila sudah dihitung, konsekuensinya, Pemprov Maluku melalui BUMD harus membayar 10% biaya operasi dan produksi untuk Blok Masela tersebut. John memperkirakan kebutuhan dana pengelolaan tersebut pasti sangat mahal. Karena itu ia menyarankan, Pemprov Maluku tidak mengambil jatah 10% saham itu jika tak kuat menanggung pembiayaan.
Sebab, tidak semua Pemda dan swasta nasional mampu mendanai. Akibatnya, 10% saham itu kembali jatuh ke pihak asing. "Contohnya saham Pemda Bojonegoro di Blok Cepu, secara formal milik BUMD, tetapi di belakangnya asing," tutup dia.
Kini siapa swasta yang akan mengambil untung dari jatah 10% saham Blok Masela?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News