Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minyak mentah sebagai energi fosil tentu tidak selamanya bisa diandalkan, apalagi sepanjang tahun 2020 berjalan harga komoditas tersebut mengalami tren penurunan seiring pandemi virus corona. Kebutuhan untuk terus mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi alternatif nasional pun semakin meningkat.
Direktur Aneka Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris mengatakan, wabah Covid-19 cukup mempengaruhi permintaan energi secara global. Tren penurunan permintaan energi pun berbeda-beda di tiap negara yang terdampak virus corona.
Menurut dia, dari beberapa analisis internasional, terdapat fakta bahwa energi fosil mengalami dampak paling besar akibat pandemi virus corona. Memang, permintaan EBT juga terganggu selama masa pandemi, namun efeknya tidak sebesar energi fosil yang notabene masih menjadi sumber energi primer.
Baca Juga: Antisipasi kenaikan beban TOP, PLN Sumut lakukan pengendalian produksi listrik EBT
“Sehingga saat ini pengembangan EBT tetap diprioritaskan sesuai dengan target dalam kebijakan energi nasional,” kata dia, Jumat (5/6) lalu.
Kementerian ESDM melihat, dukungan untuk pengembangan EBT juga melimpah. Salah satunya berupa harga rata-rata EBT yang semakin kompetitif dengan sumber energi fosil.
Selain itu, sumber-sumber pembiayaan untuk proyek EBT semakin banyak seiring dengan beberapa korporasi dan lembaga keuangan global yang mulai fokus menuju tatanan dunia yang lebih bersih. Di saat yang sama, sumber pembiayaan untuk proyek berbasis energi fosil semakin terbatas.
“Pada akhirnya ini akan berdampak pada semakin tingginya biaya penyediaan energi fosil,” tambah Harris.
Ia pun kembali menegaskan, pemerintah akan tetap memprioritaskan EBT dalam penyediaan energi nasional, meski untuk saat ini ada keterlambatan untuk pemulihan ke kondisi normal akibat efek virus corona.
Kementerian ESDM menilai, saat ini, EBT punya peran penting dalam menjaga permintaan dan kualitas pelayanan listrik nasional sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi. Di samping itu, EBT sangat berpotensi untuk mendukung kegiatan-kegiatan produktif demi menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
Ambil contoh, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai penyedia listrik untuk Cold Storage baik di daerah yang sudah memiliki infrastruktur listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) maupun di daerah yang infrastruktur listriknya masih terbatas.
Baca Juga: Pengamat: PLN seharusnya tidak batasi produksi listrik dari sumber EBT
Pemerintah juga berusaha menciptakan pasar EBT yang dapat diintegrasikan dengan industri hilir di sektor pertambangan. “Misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk kebutuhan industri smelter,” kata Harris.
Sekadar catatan, dalam siaran pers Ditjen EBTKE Kementerian ESDM 12 Mei lalu, Harris sempat menyampaikan beberapa strategi pemanfaatan EBT pasca Covid-19.
Di antaranya adalah pemanfaatan anggaran APBN untuk kegiatan yang menggerakkan ekonomi masyarakat. Pembangunan PLTS untuk Cold Storage tadi adalah contoh implementasi poin tersebut.
Pemerintah juga akan memanfaatkan waduk atau danau untuk pembangunan PLTS terapung yang mengacu pada ketentuan Permen PUPR No. 6 tahun 2020 bahwa 5% dari total luasan waduk akan diperuntukan sebagai sarana pengembangan PLTS terapung.
Strategi lainnya adalah perbaikan aturan melalui penerbitan Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 sebagai upaya perbaikan dari Permen ESDM No. 5 Tahun 2017. Pemerintah juga masih menyusun Perpres EBT yang kelak dapat mempercepat pengembangan EBT melalui perbaikan harga, mekanisme, dan tata kelola.
Yang tak kalah penting, pemerintah juga berupaya bekerja sama dengan lembaga internasional untuk penyediaan pendanaan EBT yang murah, kerja sama pengembangan EBT skala besar, dan kerja sama dalam integrasi infrastruktur EBT.
Baca Juga: Tambah kapasitas PLTP, Geo Dipa berkomitmen kembangkan energi bersih ramah lingkungan
Berdasarkan data Kementerian ESDM, tahun ini pemerintah menargetkan penambahan pembangkit EBT sebanyak 686 megawatt (MW) menjadi 10,84 gigawatt (GW).
Kapasitas PLTA ditargetkan naik 165,2 MW menjadi 6.050,7 MW di tahun ini. Kemudian, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) naik 140,1 MW menadi 2.270,7 MW, Pembangkit Listrik Berbasis Bioenergi naik 246,9 MW menjadi 2.131,5 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) naik 116,5 MW menjadi 231,9 MW.
Adapun kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Bayu dan Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid masing-masing tetap di level 154,3 MW dan 4 MW di tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News