Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa kebijakan open access dan unbundling yang diamanatkan Permen ESDM No 19 Tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa tidak bisa diterapkan mulai 1 November 2013. Sebab, banyak hal teknis yang mesti dibahas kembali.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, pelaksanaan kebijakan open access dan unbundling pada infrastruktur jaringan pipa gas belum bisa dilaksanakan 100%. "Kenapa tidak bisa 100%, karena sudah ada infrastruktur jaringan pipa gas yang sudah menerapkan open access dan unbundling, tapi juga ada infrastruktur jaringan pipa gas yang masih memerlukan modifikasi pipa," ungkap dia kepada KONTAN, Rabu (30/10).
Saat ini, kata Susilo, pihaknya sedang memilah jaringan pipa di daerah mana saja yang sudah bisa diterapkan open access dan daerah mana yang belum bisa menerapkan open access. Susilo membantah anggapan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menolak kebijakan open access tersebut. "Rasanya, PGN enggak menolak, deh," ujar dia.
Susilo memaparkan, saat ini, memang ada sebagian jaringan pipa yang belum bisa menerapkan open access karena masih memerlukan modifikasi. Selain itu, hingga kini, juga belum jelas siapa yang akan membiayai modifikasi yang memerlukan dana hingga ratusan juta dollar AS itu. "Kita sedang ada tim khusus yang mengevaluasi semuanya. Tunggu saja," imbuh dia.
Aturan untuk trader
Seperti diketahui, kebijakan open access ini adalah titipan para trader gas. Menanggapi hal itu, Susilo mengungkapkan, kebijakan open access ini memang bisa saja merupakan titipan trader gas. "Selama ini, pembangunan pipa gas masih sangat sedikit. Rata-rata jaringan pipa yang dibangun adalah untuk dedicated ke konsumen," ungkap dia.
Untuk itu, Susilo mengungkapkan, Kementerian ESDM akan segera membuat aturan soal trader gas yang juga wajib untuk membangun infrastruktur pipa gas, bukan hanya dibebankan ke Pertamina dan PGN. "Itu yang belum jelas aturannya, jadi nanti kami buat aturan yang benar," imbuh dia.
Sebelumnya, KONTAN pada, Selasa (29/10) menulis, harga gas dari hulu ke hilir sulit untuk bisa turun lantaran pengusahaan gas selama ini sangat bertingkat. Ambil contoh, Kangean Energi Indonesia menjual gas ke Pertagas Niaga yang kemudian dijual kembali ke lima trader gas. Baru para trader gas tersebut menjual ke PGN. Hal inilah yang membuat harga gas mustahil bisa turun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News