Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
Padahal, skema penyesuaian tarif listrik mengikuti fluktuasi harga seharusnya sudah diberlakukan sejak 2014. Alhasil, untuk bisa menurunkan tarif listrik, pemerintah pun harus mempertimbangkan kebijakan tersebut.
"Kalau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (harga energi) turun, logikanya (tarif) turun. Tapi kan sejak 2017 nggak ada kenaikan tarif, jadi dibandingkan bukan hanya dengan triwulan sebelumnya, tapi pada saat terakhir ditetapkan (penyesuaian tarif) pada 2017. Jadi harus lihat ke belakang juga untuk bisa turun atau menaikkan (tarif listrik)," terang Rida.
Kendati begitu, sambung Rida, sejatinya PLN tidak ada dirugikan. Sebab, pemerintah telah menyediakan dua skema pembayaran bagi PLN, yakni dengan pemberian subsidi listrik dan juga kompensasi.
"Subsidi dibayar per bulan, gampang secara cash flow, tapi mekanisme kompensasi harus dihitung dan menunggu audit BPK," kata Rida.
Baca Juga: Hore, tarif listrik tidak berubah hingga Juni 2020
Rida mengatakan, di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi seperti saat ini, pemerintah menyadari bahwa PLN juga ikut terbebani. Hal itu terlihat dari pertumbuhan listrik yang meleset dari target. "PLN ada di tengah-tengah, tahun kemarin lesu. target (pertumbuhan) 6,3%, tapi faktanya malah 4,55%, kontraksi," kata Rida.
Untuk itu, pemerintah pun ikut melakukan evaluasi, termasuk dengan memfasilitas PLN untuk membuka peluang penambahan pelanggan baru. Antara lain dengan segmen industri smelter, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan industri dan pariwisata prioritas, serta kebutuhan listrik bagi sejumlah BUMN.
Pasalnya, efek corona saat ini juga ikut berimbas pada konsumsi listrik. "Di Januari (pertumbuhan) di bawah 4%, mungkin juga ada efek Corona, kita belum tahu ke depannya seperti apa," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News