Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk tidak melakukan penyesuaian tarif pada periode Kuartal II atau hingga Juni 2020. Keputusan tersebut ditetapkan dengan menghitung berbagai pertimbangan, terutama kondisi ekonomi.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana. Menurutnya, keputusan untuk tidak mengubah tarif listrik periode April-Juni merupakan jalan tengah dari kondisi ketidakstabilan ekonomi saat ini.
Baca Juga: Tarif listrik tak berubah hingga tengah tahun nanti, ini kata pengamat
Rida bilang, penetapan itu juga sudah mempertimbangkan dampak dari wabah Corona yang menekan perekonomian dan daya beli masyarakat.
"Jadi itu sudah ditetapkan dengan berbagai pertimbangan kondisi ekonomi. Adanya Corona, suka atau tidak ikut menekan kondisi ekonomi yang kurang menggembirakan," kata Rida saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (4/3).
Ada empat parameter pembentuk harga listrik, yakni kurs rupiah, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), inflasi dan harga patokan batubara. Dalam periode tiga bulan, kata Rida, harga energi memang mengalami penurunan.
Namun, sambungnya, hal itu tidak serta merta bisa menurunkan tarif listrik PT PLN (Persero). Rida mengatakan, keputusan menaikkan atau menurunkan tarif listrik bukan lah hal yang mudah.
Sebab, ada kompleksitas pertimbangan selain kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. Rida menyebut, beban PLN serta kemampuan subsidi dan kompensasi yang akan dibayarkan pemerintah juga menjadi pertimbangan.
Baca Juga: Tarif listrik tak naik hingga Juni, ini yang dilakukan PLN
Pasalnya, sejak tahun 2017, pemerintah memiliki kebijakan untuk menahan penyesuaian tarif listrik (tariff adjustment). Sehingga, PLN tidak bisa dengan leluasa menyesuaian tarif listrik non-subsidi mengikuti pergerakan harga dari parameter yang ditentukan.
Padahal, skema penyesuaian tarif listrik mengikuti fluktuasi harga seharusnya sudah diberlakukan sejak 2014. Alhasil, untuk bisa menurunkan tarif listrik, pemerintah pun harus mempertimbangkan kebijakan tersebut.
"Kalau dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (harga energi) turun, logikanya (tarif) turun. Tapi kan sejak 2017 nggak ada kenaikan tarif, jadi dibandingkan bukan hanya dengan triwulan sebelumnya, tapi pada saat terakhir ditetapkan (penyesuaian tarif) pada 2017. Jadi harus lihat ke belakang juga untuk bisa turun atau menaikkan (tarif listrik)," terang Rida.
Kendati begitu, sambung Rida, sejatinya PLN tidak ada dirugikan. Sebab, pemerintah telah menyediakan dua skema pembayaran bagi PLN, yakni dengan pemberian subsidi listrik dan juga kompensasi.
"Subsidi dibayar per bulan, gampang secara cash flow, tapi mekanisme kompensasi harus dihitung dan menunggu audit BPK," kata Rida.
Baca Juga: Hore, tarif listrik tidak berubah hingga Juni 2020
Rida mengatakan, di tengah ketidakpastian kondisi ekonomi seperti saat ini, pemerintah menyadari bahwa PLN juga ikut terbebani. Hal itu terlihat dari pertumbuhan listrik yang meleset dari target. "PLN ada di tengah-tengah, tahun kemarin lesu. target (pertumbuhan) 6,3%, tapi faktanya malah 4,55%, kontraksi," kata Rida.
Untuk itu, pemerintah pun ikut melakukan evaluasi, termasuk dengan memfasilitas PLN untuk membuka peluang penambahan pelanggan baru. Antara lain dengan segmen industri smelter, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan industri dan pariwisata prioritas, serta kebutuhan listrik bagi sejumlah BUMN.
Pasalnya, efek corona saat ini juga ikut berimbas pada konsumsi listrik. "Di Januari (pertumbuhan) di bawah 4%, mungkin juga ada efek Corona, kita belum tahu ke depannya seperti apa," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News