Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerangkan, saat ini program dedieselisasi sudah mulai berjalan. Sejauh ini PLN sedang melakukan lelang untuk mengkonversi Pembangkit Listrik Bertenaga Diesel (PLTD) menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menjelaskan, perihal program dedieselisasi saat ini PLN sedang melakukan tender.
Menurut pemaparan manajemen PLN pada Maret 2022 lalu, dalam rangka mengkonversi PLTD ke PLTS dan baterai, PLN akan mengkonversi sampai dengan 250 megawatt PLTD yang tersebar di sejumlah lokasi di Indonesia.
Andriah menjelaskan secara umum, potensi sumber daya energi di Indonesia cukup besar hanya saja masih ada masalah intermitensi.
Baca Juga: Mengejar PLTS Atap di Tengah Kesadaran Masyarakat Gunakan Energi Bersih
“Kalau kita menyediakan ke masyarakat itu kan harus handal. Misal dalam 24 jam harus selalu tersedia, sementara kalau pakai matahari itukan adanya cuma siang, malam gak ada,” jelasnya saat ditemui di Thamrin Nine Jakarta, Kamis (13/10).
Artinya produksi listrik harus dicadangkan sehingga harus dilakukan secara hybrid misalnya saja PLTD nya dikurangi diganti sebagian dengan PLTS atau bisa juga digantikan dengan gas. Seperti diketahui, emisi yang dikeluarkan gas jauh lebih rendah dibandingkan diesel.
“Jadi kalau melihat program ini PLN hingga tahun 2025 ini fase pertama pakai PLTS di hybridkan kemudian juga ada yang pakai gas,” ujarnya.
Andriah menjelaskan lebih lanjut, dalam jangka pendek di 2025 ini pilihannya menggunakan PLTS dan gas. Setelah 2025 ke atas akan mengeksplor jenis energi lain yang ada di lokasi tersebut.
Menurutnya, dibutuhkan waktu cukup panjang untuk memanfaatkan bioenergi maupun pembangkit energi terbarukan lain.
Pada Maret 2022, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengemukakan program dedieselisasi selain dapat menekan penggunaan BBM, program ini juga bisa menghemat devisa negara.
Program dedieselisasi pun menjadi langkah pertama dari PLN dalam proses mengonversi sekitar 5.200 PLTD yang saat ini masih beroperasi.
Baca Juga: PLN Bangun PLTS Berkapasitas 975 KWp di 16 Lokasi di Kabupaten Sumenep
Nantinya, PLTD ini akan diganti menggunakan PLTS baseload, yang artinya ada tambahan baterai agar pembangkit bisa nyala 24 jam. PLN mendorong para peserta bisa meningkatkan inovasi sehingga tercipta baterai yang efisien dan punya keandalan operasi.
“Jadi teknologi mana yang paling andal dan efisien yang paling bagus. Jadi itu yang menang. Ini membangun inovasi,” ujar Darmawan.
Dengan konversi ke PLTS dan baterai, maka kapasitas terpasang di tahap pertama ini bisa mencapai sekitar 350 MW. Sehingga bisa mendongkrak bauran energi terbarukan dan penambahan kapasitas terpasang pembangkit secara nasional.
Dalam tahap dua, PLN akan mengkonversi PLTD sisanya sekitar 338 MW dengan pembangkit EBT lainnya, sesuai dengan sumber daya alam yang menjadi unggulan di daerah tersebut dan keekonomian yang terbaik. Darmawan juga menjelaskan proyek ini targetnya akan rampung pada 2026 mendatang.
“Program dedieselisasi ini bisa menghemat 67.000 kiloliter BBM. Selain itu, pengurangan emisi yang dicapai bisa mencapai 0,3 juta metrik ton CO2 dan meningkatkan 0,15 persen bauran energi,” terangnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, Darmawan meyakini biaya produksi pembangkit EBT di Indonesia bakal semakin kompetitif dibandingkan dengan pembangkit fosil.
Hal ini bisa dilihat dari terus turunnya harga PLTS dan baterai. Pada tahun 2015 harga PLTS dipatok US$ 25 sen per kilowatthour (kWh). Namun saat ini, harga PLTS mampu ditekan berkisar US$ 5,8 sen per kWh, bahkan dengan tren saat ini dapat turun di bawah US$ 4 sen per kWh.
Baca Juga: Dukung Presidensi G20, PLTS di Jalan Tol Bali-Mandara Resmi Beroperasi
Sedangkan untuk baterai hari ini harganya mencapai US$ 13 sen per kWh yang dulunya sempat di angka US$ 50 sen per kWh. Artinya, ada penurunan biaya hampir 80%.
Tak hanya konversi PLTD ke PLTS dan baterai, PLN juga telah bekerja sama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk untuk melakukan konversi 33 PLTD menjadi berbasis gas, khususnya di wilayah terpencil.
“Beberapa PLTD yang tahun ini juga digarap bersama PGN mengganti PLTD menjadi pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Program gasifikasi ini menyasar daerah terpencil,” ujar Darmawan.
Dalam Rencana Kerja dan Anggaran perusahaan (RKAP) PLN 2022, bauran energi dari pembangkit gas di akhir tahun direncanakan menjadi sebesar 18,76% dari 18,1% pada Februari 2022.
Penambahan ini masuk dari program dedieselisasi PLTD yang saat ini masih mendominasi di wilayah Nusa Tenggara dengan porsi 65%, serta Maluku dan Papua dengan porsi 85,9%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News