Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dengan lebih dari 11.000 kasus keracunan terjadi hingga pekan kedua Oktober 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) perlu penguatan dari sisi pengawasan dan keamanan pangan.
Pendiri dan Pembina Indonesia Food Security Review (IFSR) I Dewa Made Agung mengapresiasi sejumlah langkah korektif pemerintah pusat dan daerah untuk menekan insiden keamanan pangan.
Di antaranya penutupan 56 Satuan Pelaksana Penyedia Gizi (SPPG) yang terbukti lalai, percepatan sertifikasi halal dan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS), serta penempatan chef bersertifikasi di setiap dapur penyelenggara.
Selain itu, pemerintah juga memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga seperti BPOM, Kemenkes, dan Kemendikdasmen, serta membuka kanal aduan publik untuk meningkatkan transparansi pengawasan. Rapid test kit pun diterapkan untuk memastikan keamanan makanan sebelum didistribusikan.
Baca Juga: KPPG dan LPH LPPOM Sosialisasikan Sertifikasi Halal Untuk Dapur MBG
Namun, Dewa bilang langkah-langkah reaktif tersebut perlu digeser ke sistem keamanan pangan yang lebih preventif dan berbasis pembelajaran. “Evaluasi saja tidak cukup,” kata Dewa kepada Kontan, Minggu (19/10/2025).
Untuk itu, ia mengusulkan pembentukan Komite Nasional Keselamatan MBG (KNK-MBG), lembaga independen yang berfungsi mirip Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT).
KNK-MBG ini nantinya bakal melibatkan pakar mikrobiologi pangan, ahli gizi, praktisi dapur skala besar, akademisi independen, dan unsur masyarakat sipil, dengan pemerintah berperan sebagai pengamat.
Tujuannya tak sekadar mencari pelanggaran, tetapi juga menelusuri akar penyebab teknis dari setiap insiden dan memastikan rekomendasi perbaikannya diterapkan secara nasional.
Hingga kini program MBG telah berjalan berdasarkan Perpres No. 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional, dengan petunjuk teknis yang terus diperbarui untuk menyesuaikan kondisi lapangan.
Baca Juga: 12.189 dapur SPPG Beroperasi Layani 35,4 Juta Penerima Manfaat Makan Bergizi Gratis
Pun, Dewa menegaskan bahwa MBG telah memberi manfaat bagi lebih dari 35 juta penerima manfaat setiap hari, termasuk ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan anak sekolah, serta berkontribusi terhadap ekonomi lokal melalui pelibatan petani, peternak, dan pelaku UMKM sebagai pemasok bahan baku.
Secara ilmiah, ia menilai program MBG berada pada fase paling efektif dalam pencegahan stunting, yaitu 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Dewa menjelaskan, program seperti ini juga mampu memberikan social return hingga 30 kali lipat dari investasi awal.
Agar program semakin efektif, Dewa mendorong empat penguatan utama, yakni kepemimpinan dan pengawasan di daerah, transparansi publik, pembentukan lembaga independen KNK-MBG, serta monitoring berbasis bukti.
Baca Juga: YLKI Sebut Kasus Keracunan Massal MBG Sudah Masuk Kategori KLB, Apa Alasannya?
Untuk memperkuat pelaksanaan di lapangan, Dewa menilai perlu adanya penguatan kompetensi sumber daya manusia di SPPG. Pekerja dapur harus memahami prinsip higienitas dan keamanan pangan, sementara kepala dapur dan ahli gizi wajib memiliki sertifikasi resmi. Selain itu, pelibatan warga lokal diharapkan dapat memperkuat dampak ekonomi daerah.
“Program ini perlu dibenahi. Dengan tata kelola yang kuat dan pengawasan independen, MBG dapat menjadi warisan kebijakan lintas generasi yang memperkuat kualitas gizi dan sumber daya manusia Indonesia,” pungkasnya.
Baca Juga: Tak Ada Progres hingga Tenggat Waktu, Badan Gizi Nasional Mencoret 1.414 Usulan SPPG
Selanjutnya: Aneka Tambang (Antam) Akui Longsor Grasberg Pengaruhi Pasokan Emas
Menarik Dibaca: Trans Segara City Beroperasi, Mobilitas dari Bekasi ke Stasiun Senen Lebih Praktis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News