Reporter: Asnil Bambani Amri, Eldo Christoffel Rafael, Pamela Sarnia | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Perusahaan otomotif asal Amerika Serikat PT Ford Motor Indonesia (Ford Indonesia) kini tengah jadi perhatian Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pemungut pajak dan cukai itu menelisik adanya kejanggalan atas pembayaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) impor mobil Ford Everest.
Kejanggalan bermula saat Ford Indonesia mengimpor dua seri Ford Everest, yakni versi tujuh tempat duduk dan 10 tempat duduk. Berdasar Peraturan Pemerintah No 12/2006 tentang Pajak Barang Mewah, tarif PPn BM mobil tujuh tempat duduk sebesar 20%, sedang varian 10 hingga 15 orang tarifnya: 10%.
Publik selama ini hanya mengenal Ford Everest sebagai mobil tujuh tempat duduk. Dari situlah, muncul dugaan, Ford Indonesia yang telah hengkang dari Indonesia itu mengimpor mobil tujuh tempat duduk dengan izin impor mobil 10 tempat duduk.
Denny Surjantoro, Kepala Sub Informasi dan Komunikasi Direktorat Bea dan Cukai menyebut, Ford diduga melanggar pemberitahuan pembayaran PPnBM untuk pos yang berbeda. "Sekarang audit on going, kami teliti Ford," kata Denny ke KONTAN Jumat (16/9).
Ford mengimpor Ford Everest 10 tempat duduk periode 2007-2013 dengan jumlah mencapai 894 unit. Khusus tahun 2008 saja, impor Ford Everest seluruhnya adalah versi 10 tempat duduk, tak ada yang tujuh tempat duduk.
Sumber KONTAN yang mengetahui masalah ini bilang, Ford Indonesia impor Ford Everest 10 tempat duduk dengan modifikasi tempat duduk bagian belakang. Mobil yang di negeri asalnya itu memiliki tujuh tempat duduk dirombak menjadi 10 tempat duduk dengan desain seadanya saat melewati pabean Indonesia. Sesampai di Indonesia, Ford menjual Ford Everest 10 tempat duduk dengan dua opsi: mau tujuh tempat duduk atau 10 tempat duduk.
Hanya menurut Communication Director Ford Motor Indonesia, Lea Kartika Indra, impor Ford Everest telah h memenuhi aturan bea dan cukai. "Kepatuhan ini berdasarkan izin resmi pemerintah," kata Lea saat dihubungi KONTAN.
Pembelaan Ford Indonesia cukup beralasan. Kementerian Perindustrian memberi tanda pendaftaran tipe kendaraan (uji tipe) untuk Ford Everest tujuh tempat duduk dan Ford Everest 10 tempat duduk. Masalahnya, saat uji tipe dilakukan tanpa melakukan pengecekan langsung mobilnya.
"Kami tidak melihat fisik mobil, tapi based on brochure, dokumen yang disampaikan pemohon," terang Yan Sibarang Tandiele, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemprin.
Begitu juga di Bea Cukai. Denny bilang, Bea Cuka tak mengecek langsung karena melihat reputasi importir cukup bagus. "Kalau semua diperiksa fisiknya akan terjadi dwelling time," kata Denny.
Mengacu simulasi KONTAN, jika Ford Everest tujuh tempat duduk dijual Rp 200 juta, importir harus bayar PPnBM 20% atau Rp 40 juta. Untuk impor Ford Everest 10 penumpang Rp 200 juta, PPnBM yang dibayarkan hanya Rp 20 juta atau 10%. Di sinilah ada selisih PPnBM sebesar Rp 20 juta per unit.
Jika Ford Everest 10 penumpang diimpor 894 unit, Ford Indonesia bisa hemat bayar PPnBM Rp 17,9 miliar. Terkait masalah ini, Denny bilang baru bisa dibuktikan setelah audit selesai. Proses audit paling cepat selesai enam bulan. "Kami sebut pelanggaran, ada utang dan harus dibayar setelah audit selesai. Sekarang kami masih praduga tak bersalah," ujar Denny.
Bea & Cukai mengendus kejanggalan dalam pembayaran tarif PPn BM atas impor mobil Ford Everest
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News