Reporter: Azis Husaini | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Freeport Indonesia menegaskan pembahasan amandemen kontrak karya dengan menyelaraskan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) belum selesai. Sebab, pada 25 Juli 2014, Freeport dan Pemerintah Indonesia hanya menandatangani memorandum of understanding (MoU) menuju amandeman kontrak karya saja.
Tujuan penandatangan MoU amandemen kontrak karya adalah supaya pada saat pembahasan kembali, tim dari pemerintahan baru tak mengulang lagi dari awal. Poin-poin renegosiasi kontrak karya yang telah disepakati Freeport dan tim dari pemerintah SBY tidak berubah lagi.
Renegosiasi kontrak ini membahas enam poin. Yakni, pertama, luas wilayah kerja; kedua, perpanjangan kontrak; ketiga, kenaikan royalti; keempat, pembangunan smelter; kelima, divestasi saham; dan keenam penggunaan tenaga kerja lokal, barang, serta jasa pertambangan domestik.
Dari enam poin tersebut, lima poin renegosiasi sudah dituntaskan kedua pihak. Hanya satu yang belum yakni urusan perpanjangan kontrak karya Freeport yang habis 2021. Maklum permohonan perpanjangan kontrak harus dilakukan dua tahun sebelum kontrak habis atau 2019.
Menurut Rozik B. Soetjipto, Presiden Direktur Freeport, pihaknya menyadari bahwa penandatanganan MoU saat itu sempat ramai dibahas karena dilakukan menjelang libur Lebaran. Padahal, sebenarnya dua minggu sebelum 25 Juli 2014 sudah disepakati lima poin renegosiasi saat rapat dengan Menko Perekonomian. "Kenapa 25 Juli itu karena kami menunggu rapat kabinet untuk diketok, Presiden supaya tahu," ujar dia.
Rozik menyebutkan empat pokok yang disepakati dalam MoU itu. Pertama, Freeport sepakat melanjutkan perundingan penyesuaian amandeman kontrak karya khususnya mengenai perpanjangan kontrak; kedua, Freeport bersedia membayar bea keluar ekspor konsentrat dengan besaran yang telah disepakati.
Ketiga, Freeport bersedia menaruh uang jaminan US$ 115 juta untuk pembangunan smelter; keempat, Freeport bersedia membayar royalti baru untuk tembaga dari 1,5% menjadi 4%, perak dari 1% menjadi 3,25%, dan emas dari 1% menjadi 3,75%. "Jadi belum ada kesepakatan soal perpanjangan kontrak," ungkap dia dalam diskusi dengan wartawan, Senin (10/8).
CT siap menjembatani
Rozik menyatakan, usia dari MoU tersebut hanya enam bulan. Artinya, setelah MoU diteken, ada kewajiban dari pemerintah lama maupun baru dan Freeport untuk melakukan perundingan mengenai amandemen kontrak karya. Terutama soal kepastian perpanjangan kontrak setelah 2021. "Memang tidak bisa diperpanjang saat ini, tapi kami memerlukan jaminan hukum untuk mendapatkan perpanjangan kontrak itu," ujar dia.
Sebabnya, Freeport mengklaim sampai 2019 nanti akan menggelontorkan investasi sebesar US$ 10,5 miliar. Perinciannya, US$ 8 miliar untuk pengembangan tambang bawah tanah dan US$ 2,5 untuk pembangunan smelter yang harus selesai 2017 mendatang. "Jangan tiba-tiba kami komitmen investasi lalu dihentikan ditengah jalan," imbuh dia.
Untuk itu, dia menyatakan, pemerintah saat ini bersedia membantu menjembatani antara tim renegosiasi saat ini dengan tim yang ada pada pemerintah baru nanti. "Jadi Pak Menko Chairul Tanjung mau membantu menjembatani soal itu," ungkap Rozik. Sebab, tidak mungkin perusahaan melanjutkan operasi tanpa ada peluang mendapatkan perpanjangan kontrak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News