kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.922   8,00   0,05%
  • IDX 7.195   54,43   0,76%
  • KOMPAS100 1.105   10,17   0,93%
  • LQ45 876   9,53   1,10%
  • ISSI 221   1,21   0,55%
  • IDX30 447   4,91   1,11%
  • IDXHIDIV20 539   4,62   0,86%
  • IDX80 127   1,20   0,96%
  • IDXV30 134   0,42   0,31%
  • IDXQ30 149   1,27   0,86%

Gagal bayar BHP pita lebar, perusahaan harus kembalikan frekuensi ke pemerintah


Minggu, 11 November 2018 / 19:37 WIB
Gagal bayar BHP pita lebar, perusahaan harus kembalikan frekuensi ke pemerintah
ILUSTRASI. PENAMBAHAN KAPASITAS JARINGAN


Reporter: Nur Pehatul Janna | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jumat (9/11) mengumumkan ada beberapa perusahaan telekomunikasi penerima hak pengelolaan frekuensi radio yang belum membayarkan biaya hak penggunaan (BHP). Perusahaan tersebut di antaranya PT First Media Tbk (KBLV) yang gagal bayar BHP sejak tahun 2016 dan 2017 sebesar Rp 364, 84 miliar dan BHP tahun 2018 akan jatuh tempo 17 November mendatang.

Lalu PT Internux produsen modem Bolt yang juga merupakan anak usaha KBLV juga mengalami gagal bayar BHP terhitung dari 2016 hingga 2017 sebesar Rp 343,57 miliar serta tagihan BHP 2018 akan jatuh tempo pada 17 November 2018.

Tidak hanya itu, PT Jasnita Telekomindo juga tercatat memiliki tanggungan pembayaran BHP sejak tahun 2016-2017 sebesar Rp 2,19 miliar dan BHP 2018 akan jatuh tempo pada 17 November 2018.

Heru Sutadi, Pengamat Telekomunikasi mengatakan terkait gagal bayar tersebut seharusnya konsekuensinya harus dijalankan sesuai dengan aturan.

"Jadi kalau dikasih waktu namun tidak kunjung membayar maka sesuai aturan seharusnya izin tersebut bisa dicabut dan catatan utang tertunggak juga harus tetap dibayarkan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (11/11).

Menurutnya, sebagai bentuk ketegasan terhadap siapapun pemilik perusahaan yang bermasalah tersebut seharusnya mereka dengan sadar mengembalikan frekuensi tersebut kepada pemerintah.

"jika tidak bisa membayar harusnya dikembalikan saja sehingga negara bisa melelang atau mengalokasikan frekuensi tersebut pada operator lain agar bermanfaat dan produktif memberikan pendapatan signifikan bagi APBN," ujarnya.

Sementara untuk mendapatkan frekuensi tersebut bisa melalui beauty contest dengan sejumlah parameter.

"Yang proposalnya menarik akan menang dan bisa juga lelang dengan tawaran yang besar atau hybrid gabungan keduanya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×