kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Gapensi minta kewenangan untuk lakukan sertifikasi


Sabtu, 21 November 2015 / 15:48 WIB
Gapensi minta kewenangan untuk lakukan sertifikasi


Sumber: Antara | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) meminta agar dalam Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi yang bakal disahkan akhir tahun 2015 ini memberikan kewenangan untuk melakukan sertifikasi.

"Agar di dalam UU baru ini nantinya, asosiasi jasa konstruksi diberi kewenangan dalam pelaksanaan sertifikasi badan usaha," kata Ketua Umum Gapensi Iskandar Z Hartawi, Sabtu (21/11).

Menurut Iskandar, kewenangan itu layak diberikan antara lain karena asosiasi dinilai lebih mengetahui profil anggotanya, serta sebagai perwujudan peran masyarakat jasa konstruksi di dalam percepatan pembangunan infrastruktur nasional.

Selain itu, ujar dia, pihaknya mengusulkan agar dalam RUU Jasa Konstruksi perlu adanya jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi pelaku usaha konstruksi.

"Dengan pengaturan dan pemberlakuan hukum yang lebih jelas dan seimbang mengingat banyak pelaku jasa konstruksi menjadi korban kriminalisasi akibat tidak adanya kepastian hukum pidana atau perdata," tuturnya.

Ia berpendapat bahwa pengusaha jasa konstruksi saat ini merupakan profesi yang paling rentan atas tindakan kriminalisasi karena tingkat kepastian dan perlindungan hukum di industri ini dinilai sangat rendah.

Padahal, lanjutnya, serapan dan optimalisasi anggaran sangat tergantung pada semangat pelaku jasa konstruksi dalam mengekesekusi proyek-proyek infrastruktur.

Ketum Gapensi juga menegaskan bahwa daya saing pelaksana konstruksi musti ditingkatkan salah satunya dengan melakukan pemberdayaan badan UKM bidang jasa konstruksi dengan memperluas lapangan usaha melalui penguatan kemitraan, dan dukungan rantai pasok, permodalan serta peningkatan kapasitas kompetensi SDM.

Untuk asosiasi yang diberikan kewenangan dalam memberikan sertifikasi, menurut dia, harus diseleksi secara lebih ketat.

"Dalam rangka pembinaan kepada jasa konstruksi diperlukan seleksi yang lebih ketat kepada asosiasi yang diberi kewenangan memberikan Sertifikasi Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian (SKA), Surat Keterampilan Tenaga Kerja (SKT)," paparnya.

Sementara itu, Sekjen Gapensi Andi Rukman Karumpa menegaskan UU Jasa Konstruksi penting untuk segera disahkan guna mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,3% tahun depan.

Hal itu, menurut Andi, karena lemahnya serapan anggaran, utamanya infrastruktur, telah terbukti memperlemah pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 ini sehingga diharapkan bisa menjadi pelajaran ke depannya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Yusid Toyib mengharapkan berbagai asosiasi jasa konstruksi di Indonesia dapat mendorong kemajuan sektor konstruksi di Tanah Air.

"Banyak hal besar dan lebih penting yang dapat asosiasi berikan berupa alternatif solusi terbaik untuk kemajuan sektor konstruksi Indonesia," tutur Yusid Toyib.

Menurut Yusid, hal tersebut khususnya dalam memperhatikan sekaligus mendorong serta aksi nyata dalam meningkatan SDM (sumber daya manusia) sektor konstruksi.

Selain itu, menurut dia, asosiasi juga harus lebih ketat lagi menerapkan manajemen keselamatan kesehatan kerja, berinovasi dalam teknologi konstruksi, khususnya teknologi konstruksi dalam negeri, serta penggunaan alat dan material dalam negeri.

Untuk itu, ujar dia, kehadiran sejumlah asosiasi yang berkualitas diharapkan agar terus dan mampu memberikan sumbangsih nyata, terutama dalam penyiapan SDM yang berstandar internasional.

Sebagaimana diketahui, DPR dan Pemerintah saat ini sedang menyusun RUU Jasa Konstruksi menggantikan UU No. 18 tahun 1999.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×