Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) 2025 mengemuka setelah pemerintah memaparkan arah kebijakan cukai bersama Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu. Dokumen pemerintah yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2025 memuat arah kebijakan cukai, antara lain tarif bersifat multiyears, kenaikan tarif moderat, penyederhanaan tarif cukai, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer.
Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menilai rencana pemerintah memaksakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2025 dan akan melakukan penyederhanaan (simplifikasi) tarif, nyata sekali memang pemerintah sengaja menggelar karpet merah untuk rokok ilegal.
Dia bilang dari hasil kajian resmi Kementerian Keuangan, produksi rokok ilegal mencapai 7% dari total rokok di Indonesia per tahun. Maraknya rokok ilegal itu seiring dengan penurunan produksi rokok.
GAPPRI mensinyalir jumlah rokok ilegal yang beredar jauh lebih banyak. Sehingga potensi kerugian negara akibat rokok ilegal cukup besar, apabila acuannya adalah pendapatan cukai.
Baca Juga: Pemerintah Masih Gamang Terapkan Cukai Minuman Berpemanis
"Kebijakan menaikkan CHT tiap tahun, akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Kerugian negara juga makin besar," terang Henry Najoan dalam keterangan resmi, Rabu (19/6).
Henry Najoan mengungkapkan, jauh-jauh hari, GAPPRI sudah mengingatkan pemerintah perihal arah kebijakan cukai. Melalui surat resmi tertanggal 19 April 2024, GAPPRI melayangkan permohonan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2025 dan 2026 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati.
Henry Najoan mengakui, kenaikan tarif CHT selama 4 tahun terakhir telah memengaruhi kinerja lndustri Hasil Tembakau (lHT). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pada tahun 2020, volume produksi sebesar 291,70 miliar batang.
Sempat naik di tahun 2021 dengan 334,84 miliar batang, namun kembali turun berturut-turut di tahun 2022 sebesar 323,88 miliar batang dan 2023 sebesar 318,14 miliar batang. Volume produksi tersebut tak dapat menjangkau level pra-pandemi tahun 2019 sebesar 355,90 miliar batang.
"Sejak tahun 2020 sampai tahun 2023, produksi pabrik golongan I telah turun sebanyak 101,51 miliar batang dan secara total produksi telah turun 38,35 miliar batang. Terindikasi konsumsi produk pabrik golongan I yang legal telah tersisa 62,8% dibanding konsumsi tahun 2019," terang Henry Najoan.
"Kami mendorong adanya keseimbangan antara fungsi pengendalian dan fungsi penerimaan ke depan," ujarnya.
Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Dongkrak Penjualan Rokok Murah
Menurut Henry Najoan, saat ini dampak meningkatnya tarif cukai rokok yang terlalu tinggi, pasar rokok sudah leluasa beredar rokok ilegal dan strukturnya semakin kuat. Maraknya rokok ilegal juga mengancam keberlangsungan rokok legal yang terkonfirmasi melalui turunnya pemesanan pita cukai.
"GAPPRI mengharapkan Aparat Penegak Hukum (APH) agar terus menerus meningkatkan penindakan rokok ilegal secara extra ordinary sehingga rokok ilegal bisa ditekan dan dihilangkan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News