Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) siap mendorong integrasi pasar gas bumi ke sejumlah regional. Langkah ini dilakukan demi mendorong pemanfaatan gas bumi sebagai sumber energi transisi di tengah meningkatnya permintaan energi primer global serta target pencapaian Net Zero Emission (NZE).
Pemerintah Indonesia pun tengah gencar memperluas investasi proyek gas dengan mengintegrasikan pasar di wilayah Asia, Amerika dan Eropa.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji menegaskan, pentingnya gas bumi sebagai sumber energi keseimbangan di masa transisi energi.
"Transisi energi bersih harus dilakukan secara komprehensif dalam berbagai tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan dan keberlanjutan untuk memastikan transisi berjalan lancar dan ketahanan energi tidak terganggu," kata Tutuka dalam keterangan resmi, Jumat (13/5).
Baca Juga: Tingkatkan TKDN Hulu Migas, SKK Migas dan KKKS Gelar Forum Kapnas 2022
Tutuka menambahkan, netralitas karbon sesuai tuntutan global diharapkan bisa tercapai dengan meningkatkan peranan gas bumi melalui kerja sama internasional pada negara G20. Menurutnya, investasi dalam proyek gas alam perlu ditingkatkan secara global untuk mendorong penggunaan gas alam yang lebih besar.
Selain itu, integrasi pasar gas di antara tiga wilayah terbesar gas alam yaitu Asia, Amerika Utara dan Eropa dinilai perlu terus didorong.
Senada, Chair ETWG Yudo Dwinanda Priadi mengungkapkan, kelebihan gas bumi yakni dapat menjadi sumber energi yang mudah disimpan, pilihan rendah karbon, dan mampu menyediakan pasokan energi yang fleksibel dan tidak terputus.
"Tidak dapat disangkal bahwa semua negara menghadapi kebutuhan mendesak untuk pemulihan berkelanjutan pascapandemi sambil mengurangi dampak buruk perubahan iklim seperti bencana cuaca ekstrem," kata Yudo.
Selain mendorong inovasi, Yudo menilai, energi gas dapat menjadi elemen penghubung dalam pengembangan sumber energi terbarukan, termasuk pengembangan hidrogen.
Ia menjelaskan, khusus di Uni Eropa, gas alam merupakan elemen penting untuk mendorong dan meningkatkan transportasi dan produksi hidrogen sebagai energi bersih terdepan dalam mencapai netralitas karbon. Hidrogen yang dihasilkan dari energi gas dapat menjadi komplementer dengan hidrogen yang dihasilkan oleh energi terbarukan yakni untuk mengantisipasi efektivitas biaya.
"Ini bahkan dipertimbangkan dalam Strategi Uni Eropa untuk mencapai Emisi Nol Bersih," ungkap Yudo.
Bahkan Yudo menyoroti peranan gas bumi di Global South dalam pengembangan industri bersih serta menekan kemiskinan energi (energy proverty).
"Ada sekitar 760 juta populasi global tanpa akses listrik yang memadai. 2,5 miliar orang tanpa akses memasak yang bersih sehingga gas dapat menawarkan solusi yang menguntungkan untuk memerangi kemiskinan ini," tuturnya.
Tak hanya itu, pengembangan gas alam baru diperlukan dan dapat melengkapi dekarbonisasi sektor energi, tentunya dengan bantuan Carbon, Capture Utilization Storage (CCUS).
"Laporan PBB menunjukkan bahwa CCUS dapat membawa prospek yang menjanjikan bagi gas alam untuk berkolaborasi dengan energi terbarukan dalam mempercepat dekarbonisasi. Selain itu, gas dengan CCUS berpotensi mengatasi pengurangan emisi di sektor industri berat yang hard-to-abate (pemakaian energi fosil)," kata Yudo.
Melului pendekatan yang berbeda di masing-masing negara, kebutuhan gas bumi di Indonesia juga semakin meningkat sejak pertama kali diproduksi tahun 1965. Saat ini, lebih dari 60% produksi gas Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), porsi gas bumi ditargetkan mencapai 24% dalam bauran energi nasional 2050.
Baca Juga: Pertamina Lakukan Studi Kelayakan Produksi Bio-Metana Limbah Sawit
Total, sebanyak 62,39 TSCF cadangan gas tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Pemerintah Indonesia mengundang semua calon investor untuk berkontribusi dalam mengembangkan cadangan. "Pemerintah menawarkan kemudahan berusaha dan fasilitas pendukung bagi investor, mulai dari regulasi, perizinan, hingga insentif fiskal dan nonfiskal," papar Tutuka.
Sementara itu, sektor industri, listrik, dan pupuk merupakan konsumen gas terbesar di Indonesia. Sementara itu, sekitar 22,57% diekspor dalam bentuk LNG, dan 13,13% diekspor melalui pipa. Total konsumsi gas mencapai 5.734,43 BBUTD. Untuk menjaga ketahanan energi, Indonesia menargetkan produksi gas bumi sebesar 12 BSCFD pada 2030. Berdasarkan Neraca Gas Indonesia, diperkirakan ada potensi surplus untuk memasok kebutuhan industri baru di dalam negeri atau untuk diekspor.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, khususnya untuk industri maupun pembangkit listrik, Pemerintah Indonesia terus meningkatkan pembangunan infrastruktur, misalnya infrastruktur pipa gas. Selain itu, pengembangan pipa LNG skala kecil dan virtual juga penting untuk mengamankan pasokan energi di daerah-daerah tertentu dengan kendala geografis, seperti di pulau-pulau kecil yang tersebar, terutama di bagian timur negara itu.
"Dengan cadangan dan potensi yang melimpah tersebut, membuka pasar gas bumi di Indonesia. Kami menyambut para investor untuk bergabung dalam pengembangan gas di tanah air untuk menyediakan pasokan energi yang andal dan pada saat yang sama, untuk mencapai target NZE tahun 2060," pungkas Tutuka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News