Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemanfaatan hilir gas bumi menjadi salah satu kunci penggerak ekonomi, baik untuk sektor industri maupun rumah tangga. Selain menjadi sumber energi yang efisien dan ramah lingkungan, produksi gas bumi dalam negeri pun melimpah. Tak heran, energi dari gas bumi kian diminati.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Jugi Prajogio mengungkapkan, gas bumi berperan sangat strategis. Selain dapat memperkokoh ketahanan energi, kata Jugi, gas bumi menjadi andalan dalam meminimalisasi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liquified Petroleum Gas (LPG).
Baca Juga: Medco Energi (MEDC) bidik kenaikan produksi tahun 2020, apa rekomendasi analis?
"Jadi ini dapat menekan defisit neraca perdagangan dan juga dirasakan lebih efisien bagi pengguna gas bumi dibandingkan energi lainnya. Selain itu gas bumi juga lebih raham lingkungan," kata Jugi saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (19/12).
Jugi memberikan gambaran, dengan kondisi harga acuan minyak mentah Indonesia alias Indonesia Crude Price (ICP) saat ini yang sekitar US$ 60 per barel, maka harga gas pipa berada di angka US$ 8 - US$ 10 per mmbtu.
Dengan asumsi ICP yang sama, harga dari sumber energi lain lebih tinggi. Compressed Natural Gas (CNG) misalnya, berharga US$ 11-US$ 15 per mmbtu.
Baca Juga: Penerimaan pajak tergerus realisasi penerimaan PPh migas yang turun
Sedangkan harga Liquefied Natural Gas (LNG) retail seharga US$ 16-US$ 20 per mmbtu. Sementara harga untuk solar dan LPG lebih mahal, yakni sekitar US$ 23 per mmbtu.
Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Achmad Widjaja mengamini hal tersebut. Kepada KONTAN, Achmad sebelumnya mengatakan bahwa peran gas bumi tak tergantikan. Bagi sebagian sektor, gas bumi tak hanya menjadi bahan baku, melainkan juga sumber energi paling efisien.
Achmad menjelaskan, ada tiga klasifikasi penggunaan gas bumi di industri. Pertama, gas bumi sebagai bahan baku khususnya yang digunakan di sektor pupuk dan petrokimia.
Baca Juga: Industri Petrokimia: Jawab Permintaan Domestik, Seimbangkan Devisa
Kedua, gas bumi sebagai energi yang terkait dengan proses, antara lain di sektor keramik, kaca, semen, dan sarung tangan karet. Ketiga, gas bumi sebagai bahan bakar, diantaranya untuk industri makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, kertas, ban dan kendaraan bermotor.
"Ketiganya penting, (gas) menentukan ketahanan energi, sama seperti kebutuhan pokok sandang, pangan, dan papan," ungkapnya.
Berdasarkan data yang disampaikan Achmad, kebutuhan total gas bumi untuk industri pada tahun ini mencapai 2.985,94 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD). Jumlah itu diproyeksikan naik menjadi 2.993,23 MMSCFD pada tahun 2020 dan berada di atas 3.000 MMSFCD pada tahun 2025.
Baca Juga: SKK Migas ingin industri penunjang jasa migas terlibat dalam proyek Blok Masela
Menurut Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, pasar dan investasi gas bumi akan tumbuh signifikan. Hal itu didorong oleh meningkatnya pemanfaatan gas baik untuk kebutuhan industri, rumah tangga, maupun kelistrikan.
"Penggunaan gas bumi saya kira sangat penting. Dengan potensi (ketersediaan) yang besar, serta program bauran energi ke depannya. Investasi di sektor hilir gas bumi saya kira akan potensial sekali," ungkapnya.
Industri hilir gas pun menangkap peluang tersebut. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, salah satunya. Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama optimistis potensi pasar di tahun 2020 akan potensial, sehingga akan berdampak positif terhadap emiten plat merah berkode PGAS tersebut.
Baca Juga: Indonesia on track for budget deficit of 2.2% of GDP in 2019
"Sehubungan dengan program pemerintah untuk menekan deficit neraca migas dan perdagangan, diharapkan pemanfaatan gas bumi akan meningkat termasuk secara kinerja keuangan," ungkapnya.
Sesuai dengan posisinya sebagai sub holding gas BUMN, sambung Rachmat, PGAS berperan untuk mengelola bisnis midstream dan downstream (hilir) gas bumi nasional.
Untuk itu, PGAS akan melanjutkan proyek strategis di tahun depan. Antara lain dengan pengembangan jaringan gas (jargas) kota mandiri lebih dari 630.000 sambungan rumah tangga (SR) dengan target volume 25 bbtud. "Pada tahun 2020, sebanyak 50.000 SR. Sisanya akan dikembangkan pada tahun 2021," jelas Rachmat.
Baca Juga: Tingkatkan produksi, Pertamina EP raih laba sebesar US$ 604 juta
Selain itu, PGAS juga akan membangun jargas rumah tangga dengan alokasi sebesar 10 bbutd sebanyak 226.000 sambungan di 49 kabupaten/kota melalui dana APBN.
Rachmat bilang, pembangunan tersebut ditargetkan dapat memberikan efisiensi untuk pelanggan rumah tangga, mengurangi beban subsidi, dan mengurangi impor LPG sekitar 0.24 Juta ton.
Untuk menunjang agenda bisnis hilir ini, PGAS pun optimistis ada penambahan sekitar 100 calon pelanggan komersial dan industri di tahun 2020 dengan potensi volume sebesar 25-30 bbtud.
Baca Juga: Realisasi Kredit Ekspor Impor, BBNI dan BBCA Berbeda Jalan premium
"PGN juga akan melaksanakan untuk program optimalisasi atau restrukturisasi bisnis yang terdiri dari rencana langkah-langkah untuk memperbaiki dan atau memperkuat kondisi finansial dalam satu tahun ke depan," ungkap Rachmat.
Selain PGAS, PT Aneka Gas Industri Tbk (AGII) yakin pasar dan penggunaan gas bumi kian menjanjikan. Buktinya, Direktur Utama AGII Rachmat Harsono memproyeksikan, hingga tutup tahun nanti, pendapatan AGII dapat tumbuh 10%-14% (yoy).
Untuk tahun 2020, Rachmat juga menargetkan AGII dapat meraih pertumbuhan pendapatan sekitar 10% (yoy). “Laba perusahaan juga kami targetkan sejalan dengan pertumbuhan pendapatan,” ujarnya.
Baca Juga: Penerimaan Pajak Terseret Penurunan Impor premium
AGII pun akan tetap mengandalkan penjualan gas di sektor ritel untuk menopang kinerjanya di tahun depan. Segmen bisnis tersebut memang cukup dominan dalam pendapatan perusahaan.
Salah satu upaya yang dilakukan AGII untuk mendorong kinerja penjualan gas di sektor ritel adalah melakukan penetrasi yang menyasar usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News