Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terus mengguncang Tanah Air. Sejumlah industri padat karya, seperti tekstil, alas kaki, serta makanan dan minuman, paling banyak melaporkan kasus PHK. Di luar sektor padat karya, PHK juga menghampiri industri e-commerce, teknologi, media hingga startup.
Sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 13.800 pekerja menjadi korban PHK di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dari 10 pabrik di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Publik juga dikagetkan dengan keputusan PT Sepatu Bata Tbk yang menutup pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, berujung PHK terhadap 200 pekerja.
Gelombang PHK juga tergambar dari laporan klaim pembayaran Program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan. Januari hingga April 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan 892.000 klaim JHT dengan nominal Rp 13,55 triliun. Dua alasan pengajuan klaim JHT terbanyak adalah peserta mengundurkan diri dari pekerjaan dan mengalami PHK.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, mengatakan, PHK yang terjadi di sektor THT dipengaruho oleh supplai impor dari China. Produk lokal kalah saing dari sisi harga dari produk impor asal China.
Baca Juga: PHK di Industri Tekstil, Asosiasi Ungkap Sebabnya
Selain itu, kata dia, masuknya produk dari Thailand ke pasar-pasar tradisional menambah persaingan harga. “Produk TPT kita bisa terkapar karena produk impor. Jadi, sangat bisa terulang sejarah runtuhnya batik Indonesia di tahun 1990-an gegara batik print dari China,” kata dia dalam keterangannya, Senin (24/6).
Ditambah lagi adanya peraturan terbaru yang merelaksasi aturan impor yang menyebabkan barang impor masuk dengan lebih mudah. Nailul bilang, produsen dalam negeri akibatnya harus bersaing secara harga dengan produk impor tersebut.
Padahal, tanpa harus bersaing dengan produk China pun, tantangan produk lokal dari sisi harga sudah tinggi. Pasalnua, kata Nailul, pembentukan harga di dalam negeri juga banyak dipengaruhi biaya non produksi yang cukup banyak seperti izin dan pungutan liar.
Sementara itu, pasar ekspor produk utama TPT Indonesia, yakni Amerika Serikat (AS), telah mengalami penurunan permintaan dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya permintaan barang TPT dari Indonesia juga menurun. Kondisi ini diperparah dengan masuknya produk TPT China ke Indonesia.
Baca Juga: Kemenperin Pastikan Industri TPT Bukan Termasuk Sunset Industry
Menurutnya, pemerintah perlu segera menetapkan kebijakan perlindungan pasar dalam negeri dan menjaga kesetabilan perekonomian Indonesia. Pemerintah juga diharuskan segera melakukan kebijakan atas bahan baku impor yang ketat melalui Domestic Utilization Obligation Policy, dimana importir produsen wajib terlebih dahulu menghabiskan hasil dari kapasita industri dalam negeri sejenis.
Sebelumnya, banyak kalangan menduga PHK yang terjadi merupakan imbas dari terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 tahun 2024 yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Anggota Komisi VI dari Fraksi PKS, Amin Ak menilai bahwa Permendag 8/2024 berpotensi memperparah deindustrialisasi di Indonesia, yang bertentangan dengan kampanye Presiden Jokowi tentang pentingnya hilirisasi dan industrialisasi.
Industrialisasi dianggap penting untuk mengangkat Indonesia dari negara berkembang dengan pendapatan per kapita US$4.900 menjadi negara maju dengan pendapatan US$12.000 atau lebih, serta mencapai pertumbuhan ekonomi 6-7% per tahun. Ia melihat bahwa Permendag 8/2024 justru bertolak belakang dengan tujuan tersebut.
Baca Juga: Ini Kekhawatiran Baru yang Muncul Setelah Aksi PHK Tokopedia
Menurutnya, banyak pabrik tekstil dan alas kaki tutup awal 2024 karena Permendag 8/2024 menghapus syarat pertimbangan teknis (pertek) untuk impor, memudahkan produk impor masuk dan mengancam industri lokal. “Ancaman deindustrialisasi ini memaksa pelaku industri beralih menjadi pedagang, yang berdampak buruk pada ketersediaan lapangan kerja di dalam negeri,” kata Amin dalam keterangannya, Senin (24/6).
Oleh karena itu, ia meminta agar Permendag 8/2024 diselaraskan dengan upaya peningkatan daya saing industri dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News