kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Genjot eksplorasi tambang mineral, ini yang akan dilakukan Kementerian ESDM


Senin, 23 September 2019 / 07:25 WIB
Genjot eksplorasi tambang mineral, ini yang akan dilakukan Kementerian ESDM


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya meggenjot eksplorasi untuk mengakselerasi penambahan sumber daya dan cadangan mineral. Untuk itu, kini Kementerian ESDM tengah menyiapkan regulasi untuk mempertegas kewajiban perusahaan tambang dalam melakukan kegiatan eksplorasi. 

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, penerbitan regulasi tersebut rencananya akan berbentuk Peraturan Menteri (Permen) ESDM. Yunus menyebut, peraturan yang khusus mengatur soal eksplorasi ini dibutuhkan, lantaran regulasi yang ada saat ini belum mengatur secara detail skema dan porsi eksplorasi dari masing-masing komoditas.

"(Regulasi yang ada saat ini) sifatnya hanya umum, bahwa perusahaan yang diberikan izin harus melakukan eksplorasi. Tetapi tidak kuantitatif, tidak terukur, kalau (perusahaan) punya budget sekian harusnya untuk eksplorasi disisihkan sekian," terangnya saat ditemui di Kantor Ditjen Minerba, Jumat (20/9).

Baca Juga: Kementerian ESDM siapkan regulasi untuk menggenjot eksplorasi tambang mineral

Meski beleid tersebut ditargetkan bisa terbit pada akhir tahun ini, Yunus menekankan bahwa pihaknya tidak akan terburu-buru menerapkan regulasi tersebut pada penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2020. 

Kendati begitu, Yunus memastikan bahwa dalam penyusunan RKAB tahun 2020, pihaknya sudah akan melakukan sosialisasi dan pendekatan agar anggaran dan kegiatan eksplorasi dari setiap perusahaan bisa diperbanyak.

"RKAB 2020 kan sudah bisa disusun mulai November, mungkin penerapan (regulasi tentang eksplorasi) di RKAB tahun mendatang. Tapi kita sudah mulai sosialisasi dan approach untuk RKAB (2020)," terang Yunus.

Yunus mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi dan kajian untuk menentukan besaran dari alokasi anggaran dan kegiatan eksplorasi yang akan diwajibkan. "untuk itu (besaran yang diwajibkan) masih harus sosialisasi dan konfirmasi lagi terkait target-targetnya. Karena kita harus transparan, kalau dikasih target segitu (perusahaan) mampu tidak," jelas Yunus.

Yang jelas, ia menerangkan, skema dalam penghitungan kewajiban eksplorasi ini mempertimbangkan tiga komponen. Pertama, Coverage Area (CA) pertambangan. Kedua, Budget Exploration to Revenue Ratio (BERR) untuk mengukur anggaran eksplorasi dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan, dan ketiga, Recovery Reserve Ratio (RRR) atau perbandingan antara jumlah mineral yang diproduksi dengan cadangan baru yang ditemukan.

"Intinya harus jelas kewajiban eksplorasi, supaya bisa cepat yang tadinya sumber daya jadi cadangan, yang tadinya tidak ada, jadi ada sumber daya. Agar tambang kita sustainable," ungkap Yunus.

Selain untuk menjaga keberlanjutan tambang, Yunus juga mengatakan kewajiban eksplorasi ini juga untuk memberikan kepastian bagi hilirisasi mineral yang tengah digenjot pemerintah. Sebab, Yunus menegaskan, fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) juga memiliki umur keekonomian yang harus dijaga melalui kepastian pasokan bahan tambang.

Baca Juga: Aneka Tambang (ANTM) buka sejumlah opsi untuk menambah cadangan emasnya

"Iya, juga mengarah ke sana (hilirisasi). Karena umur keekonomian dan investasi smelter harus panjang, tidak bisa kalau cadangan cuma sedikit," ungkap Yunus.

Yunus memastikan Ditjen Minerba akan memberikan besaran kewajiban yang proporsional terharap perusahaan yang akan habis kontrak, serta perusahaan tambang yang selama ini telah melakukan kegiatan eksplorasi dengan anggaran dan coverage area yang besar.

"Ya itu nanti ada ukurannya terharap umur izin dengan membandingkan coverage yang sudah dieksplorasi. Kalau yang sudah maksimum ya tidak usah dipaksakan," tutur Yunus.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa penghitungan CA, BERR dan RRR masing-masing komoditas akan berbeda. "Nanti kita atur per komoditas, itu yang belum kita tentukan. Kan masih kajian, evaluasi pas-nya berapa," sambungnya.

Berdasarkan data yang dipaparkan Yunus, capaian BERR pada tahun 2018 untuk keseluruhan mineral adalah 0,89%. Sedangkan target pada tahun ini naik menjadi 1%. Hingga kuartal II, realisasi BERR mencapai 1,80%.

Secara keseluruhan, alokasi untuk eksplorasi pertambangan mineral dan batubara (minerba) di Indonesia masih minim. Pada tahun ini, investasi yang dianggarkan perusahaan untuk melakukan eksplorasi hanya berkisar diangka US$ 274 juta atau hanya 4% dari total investasi di minerba yang pada tahun 2019 ditargetkan mencapai US$ 6,17 miliar.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menilai, eksplorasi minerba tidak berjalan dengan baik dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, kondisi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas saja.

Secara tata regulasi di sektor pertambangan, Sukmandaru berpendapat ada hal mendasar yang perlu dibenahi ketimbang menerbitkan regulasi baru untuk mempertegas kewajiban eksplorasi. 

Sukmandaru menyoroti soal permasalahan di lelang wilayah tambang, khususnya Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang sampai saat ini masih belum ada yang beres lantaran tersandung masalah hukum.

"Yang lebih penting saya kira adalah pembenahan sistem lelang untuk menarik investor bereksplorasi, karena tidak ada pembukaan daerah eksplorasi baru kalau lelang WIUPK/WIUP belum berjalan," katanya ke Kontan.co.id, Minggu (22/9).

Sebab, Sukmandaru menekankan, di dalam wilayah pertambangan aktif (eksisting), target eksplorasinya sudah mengecil. Terlebih, persentase anggaran eksplorasi sangat tergantung dari apakah di dalam wilayah pertambangan itu masih ada target potensial, atau tidak.

Baca Juga: Produksi TINS Bakal Tergerus Penerapan Zonasi Tambang Timah

"Tanpa diregulasi pun mestinya perusahaan akan melakukan eksplorasi karena mereka pasti ingin usahanya sustain. Tapi di dalam wilayah yang sudah aktif target eksplorasinya sudah semakin mengecil atau malah tidak ada," imbuhnya.

Menurut Sukmandaru, perusahaan pertambangan nasional memang perlu didorong untuk melakukan eksplorasi. "Tapi hampir semua pemain nasional tidak punya pengalaman di bisnis eksplorasi sehingga mereka inginnya masuk atau beli proyek yang sudah jadi, operating mine, yang jelas cash flow-nya," sambung Sukmandaru.

Sehingga, ia berpendapat bahwa pemerintah perlu untuk memberikan insentif kepada perusahaan yang mau melakukan eksplorasi. Termasuk dengan memberikan kemudahan perizinan dan membereskan masalah tumpang tindih lahan dengan sektor non-ESDM.

Selain itu, Sukmandaru menilai pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk mengatur proyek eksplorasi sebagai bisnis terpisah dari bisnis operating mine, dengan maksud untuk menarik investasi dari pelaku usaha eksplorasi independen. "Sehingga para junior company tertasuk masuk," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×