Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Green Ammonia Indonesia yang merupakan anak usaha PT Kaltim Parna Industri (KPI) sudah menyatakan komitmen masuk ke Kawasan Industri Hijau di Kalimantan Utara membangun pabrik green ammonia atau amonia hijau.
Sebagai informasi saja, PT Kaltim Parna Industri sejatinya sudah lama bergerak di industri amonia yang bahan bakunya menggunakan gas alam (natural gas). Produk yang dipasarkan oleh KPI secara komersial ialah Anyhdrous Ammonia. Istilah Anyhdrous Ammonia menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Desain konsentrasi amonia di KPI adalah 99.90%, namun pada kenyataannya KPI berhasil membuat konsentrasi amonia hingga 99.97%.
Baca Juga: Permintaan Jokowi Agar Beberapa Proyek Strategis Nasional Ini Segera Dirampungkan
Hari Supriyadi Direktur Utama Green Ammonia Indonesia menjelaskan, pengembangan amonia hijau nanti tidak lagi menggunakan natural gas tetapi menggunakan air.
“Dengan ganti ke air, maka emisi karbonnya akan menjadi nol. Selama ini kan sumbernya dari gas alam yang merupakan energi fosil, jadi kalau diganti air tidak ada carbon foot print lagi,” jelasnya saat ditemui di Hotel Fairmont Jakarta, Kamis (6/10).
Hari memaparkan, saat ini pengembangan green ammonia di dunia belum terbukti dalam skala industri. Sejauh ini pihaknya sudah menyelesaikan feasibility studies (FS) dan market sounding.
Rencananya pada 2023 pihaknya akan melaksanakan persiapan lahan yang akan berjalan pararel dengan pekerjaan konstruksi. Diproyeksikan pembangunan pabrik ini akan selesai di 2026 berbarengan dengan rampungnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) PT Kayan Hydro Energy sebesar 9 GW yang akan melistriki Kawasan Industri Hijau.
Investasi pembangunan pabrik amonia hijau ini akan dilakukan secara bertahap. Di tahap pertama pihaknya akan menggelontorkan dana senilai US$ 300 juta atau Rp 4,56 triliun (Asumsi Kurs Rp 15.200). Lewat investasi ini, Green Ammonia Indonesia akan membangun fasilitas pabrik berkapasitas 300.000 ton per tahun.
Baca Juga: PLN Terus Mengembangkan Ketersediaan Pasokan Energi Hijau
“Sejauh ini kami sudah dihubungi beberapa off taker yang akan mengambil produk kami, ada dari Korea dan Jepang,” ungkapnya.
Secara umum, Hari menjelaskan, harga pokok penjualan (HPP) amonia hijau memang masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan amonia yang menggunakan gas alam. Menurut perhitungannya, karena Uni Eropa telah menetapkan pajak karbon di atas US$ 100 per ton diharapkan gap tersebut yang akan menutupi selisih HPP-nya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News