Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gugatan Koalisi Masyarakat Sipil atas pembatalan pembentukan Holding BUMN Industri Pertambangan masih mengendap di Mahkamah Agung (MA).
Ahmad Redi sebagai Juru Bicara Koalisi menyatakan, permohonan uji materiil PP 72/2016 masih menunggu putusan dari MA. Pasalnya, hukum acara uji materiil di MA tidak ada ruang pembahasan di luar hakim.
"Setelah gugatan masuk, MA akan kirim ke Presiden untuk disiapkan jawaban atas gugatan tersebut dalam waktu 14 hari. Setelah Presiden memberikan jawaban tertulis atau tidak memberi jawaban maka hakim-hakim akan memeriksa dokumen-dokumen gugatan dan jawaban gugatan, setelah itu mereka akan putuskan," katanya kepada Kontan.co.id, Senin (5/2).
Asal tahu saja, gugatan yang dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat sipil ini meminta supaya PP 72/2016 dinyatakan batal. Sehingga holding yang dikepalai oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ikut batal.
Ia bilang, skenario pemerintah mengendalikan holding tambang dengan hak istimewa melalui saham Dwi Warna sebagaimana yang diatur pada PP 72/2016, telah menyebabkan sengkarut persoalan hukum.
Harusnya tegas Redi, pemerintah tidak memiliki kewenangan atas anak perusahaan holding, terlebih di antaranya terdapat saham publik. Dalam UU Nomor 40 Tahun 2017 tentang perseroan terbatas, bahwa anak perusahaan holding tunduk kepada induk holding.
"Menurut saya memang ada masalah hukum terkait hak istimewa pemerintah pada anak perusahaan holding (PT Aneka Tambang, PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), PT Timah) di PT Inalum. Harusnya pada Aneka Tambang, PTBA, dan PT Timah ada saham publik yang tidak bisa diganggu dengan hak istimewa Pemerintah," katanya.
Dengan adanya kerancuan saham Dwi Warna ini membuat induk holding tidak memiliki otoritas penuh sebagai syarat konsolidasi. Sehingga tujuan holding untuk meningkatkan nilai aset tidak tercapai.
"Dampaknya ada mekanisme Peraturan Standar Akuntansi 65 (PSAK) yang baku yang tidak dapat mengakomodir pengaturan saham dengan hak istimewa pemerintah," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah tidak bisa sepenuhnya melepas BUMN menjadi anak perusahaan holding karena akan melanggar undang-undang mengenai privatisasi BUMN. Karenanya pemerintah mengatur kuasa saham Dwi Warna melalui PP 72 pasal 2 ayat 2.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News