Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Surat Menteri Perdagangan telah mengeluarkan himbauan penetapan harga atas dan bawah ayam dan telur yang dijual di pasar. Peternak ayam dan telur menilai penetapan harga tersebut belum pasti efektif, tapi dapat menjadi rambu akan kondisi harga ayam dan telur saat ini.
Dalam Surat Menteri Perdagangan nomor 1 tahun 2019, disebutkan bahwa demi menjaga kestabilan harga pada periode Januari-Maret 2019, maka harga ayam di tingkat konsumen di patok di Rp 36.000 per kilogram dan dan telur ras Rp 25.000 per kg.
Hal ini menurut Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri sebenarnya hanya menjadi edaran informasi yang bersifat himbauan. "Penentuan harga atas itu sebenarnya percuma karena harga yang berlaku itu tetap mekanisme pasar," jelasnya saat dihubungi Kontan, Minggu (3/2).
Menurutnya, kini rata-rata harga ayam sudah stabil mahal dalam beberapa bulan terakhir di kisaran Rp 36.000 per kg sedangkan harga telur di Rp 24.500 - Rp 25.000 per kg untuk area Jakarta. Kondisi harga ini sudah demikian sejak akhir tahun lalu.
Menurutnya, faktor utama yang menyebabkan harga ayam dan telur tinggi adalah minimnya data dan keterbukaan produksi ayam umur sehari (DOC) di tingkat peternak, terutama oleh pihak swasta. Akibatnya terjadi kesenjangan informasi mengenai potensi produksi ayam yang sesungguhnya.
Di sisi lain, isu pakan juga menjadi masalah. Apalagi komponen utama pakan ayam, yakni jagung, tengah berada dalam polemik antara harga, ketersediaan dan impor.
Ketua Asosiasi Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi menambahkan, untuk saat ini harga jagung untuk pakan berada di kisaran Rp 6.000 per kg, harga ini sudah bertengger sejak akhir tahun lalu dan melonjak dari harga seharusnya di Rp 4.000-an per kg.
Maka surat Mendag yang menetapkan harga acuan atas tersebut, walau ia rasa tidak efektif, bisa jadi acuan harga baru terutama hingga bulan Maret. "Surat ini kan sampai Maret karena Kemendag akan melihat dan evaluasi berapa sebenarnya panen raya," kata dia pada Kontan.
Kementerian Pertanian sebelumnya mengklaim bahwa pada periode Januari-Maret akan mengalami panen jagung dalam jumlah banyak. Namun, Musbar ragu karena bila memperhitungkan siklus tanam jagung, maka potensi panen baru bisa terjadi di akhir Maret hingga April.
"Sehingga kalau impor jagung ini tidak terjadi dan tidak turun, maka harga ayam dan telur bisa menjadi mengerikan," katanya.
Tak hanya itu, menurut Musbar, pemerintah harus benar-benar memperhatikan data pangan dan produksi ayam terutama mengingat periode puasa dan lebaran sudah dekat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News