Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat turun beruntun selama 6 bulan, harga batubara acuan (HBA) merangkak naik pada tiga bulan terakhir tahun 2020. Ditutup dengan kenaikan 7,07% secara bulanan, Kementerian ESDM menetapkan HBA bulan Desember 2020 sebesar US$ 59,65 per ton.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyampaikan, kenaikan HBA Desember 2020 tak lepas dari meningkatnya impor batubara dari China. Permintaan terdongkrak seiring dengan musim dingin dan mulai membaiknya demand industri setelah sempat terpuruk akibat pandemi covid-19.
"Seperti biasa, di kuartal IV, tren permintaan meningkat dan level harga saat ini mendekati harga di saat awal 2020 yang lalu," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Kamis (3/12).
Kendati begitu, Hendra belum bisa memastikan apakah tren kenaikan HBA di tiga bulan terakhir ini menandakan harga yang kembali rebound dan berlanjut pada tahun depan. Yang pasti, dia menegaskan bahwa kesepakatan (MoU) dengan China melalui China Coal Transportation and Distribution (CCTDA) akan memberi sentimen positif untuk 2021. "Harapannya akan meningkat terus," kata Hendra.
Baca Juga: Harga Batubara Acuan (HBA) Desember memanas, naik 7% jadi US$ 59,65 per ton
Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Apollonius Andwie menilai, kenaikan HBA dalam 3 bulan beruntun menjadi sinyal positif bagi produsen batubara. Kata dia, kenaikan indeks harga merupakan hal yang dinantikan pelaku usaha sejak tren penurunan yang terjadi mulai April 2020.
"Tentu harapan kami ini menjadi sentimen positif untuk rebound pasar, seiring dengan pemulihan ekonomi yg terjadi saat ini. Untuk tahun 2021 kami masih optimis indeks harga akan terus membaik," kata Andwie ke Kontan.co.id, Kamis (3/12).
Senada, Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM) Adrian Erlangga juga melihat, prospek batubara untuk tahun depan akan lebih cerah. Bahkan, sentimen positif bisa berlanjut pada tahun 2022 seiring dengan penemuan vaksin yang akan mendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi covid-19.
"Harga tahun 2020 rendah karena ada efek covid-19. Tapi secara fundamental kebutuhan batubara akan naik di regional," sebut Adrian.
Sedangkan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) masih wait and see sambil tetap meneruskan strategi bisnisnya. Head of Corporate Communication ADRO Febriati Nadira mengatakan, harga batubara sulit untuk diprediksi, sehingga pihaknya tetap mengedepankan keunggulan operasional untuk menjaga kinerja yang solid.
"Mengenai harga batu bara tidak bisa diprediksi. Yang dapat Adaro lakukan adalah terus menjalankan keunggulan operasional di seluruh mata rantai bisnis sehingga bisa menghasilkan kinerja operasional yang solid," terang Nadira.
Baca Juga: Kontraktor jasa pertambangan masih wait and see menyikapi peningkatan ekspor batubara
Sementara itu, Ketua Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan, kenaikan permintaan energi di sektor industri mendorong kebutuhan batubara. Apalagi Purchasing Manager Index manufactur China semakin pulih di atas 50%.
Meski demikian, rebound harga untuk jangka panjang perlu memperhatikan sejumlah hal, terutama dinamika di pasar global. "Pola demand jangka panjang negara importir, policy atas energi dan emisi, juga tentunya kompetitor Indonesia yang memperkuat ke pasar India menjadi faktor juga bahwa bisa jadi rebound jangka panjang akan naik secara perlahan. Bukan sama dengan kenaikkan indeks akibat pasar spot," jelas Singgih.
Sebagai informasi, secara keseluruhan, rerata HBA pada 2020 sebesar US$ 58,17 per ton. Dalam catatan Kontan.co.id, rerata HBA tahun ini anjlok dibanding tahun lalu yang sebesar US$ 77,89 per ton. Apalagi jika dibandingkan tahun 2018 yang menyentuh level tertinggi yakni US$ 98,96 per ton. Rerata HBA 2020 juga menjadi yang terendah sejak 2015 yang saat itu masih dilevel US$ 60 per ton.
Namun, Hendra Sinadia mengatakan, penurunan harga komoditas dan indeks batubara pada tahun ini lebih disebabkan dampak pandemi. "Itu mengakibatkan rendahnya demand akibat kebijakan lockdown, pembatasan di berbagai negara sementara dari sisi supply relatif masih stabil meskipun mengalami penurunan," jelas Hendra.
HBA sendiri diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900 pada bulan sebelumnya. Kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal per kilogram GAR.
HBA menjadi acuan dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama bulan tersebut, pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).
Selanjutnya: Ekspor batubara ke China meningkat, kontraktor jasa pertambangan masih wait and see
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News