Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Volume produksi batubara nasional masih belum jelas. Pasalnya, pemerintah masih bimbang untuk memberikan tambahan kuota produksi batubara dalam revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Muhamad Hendarasto menyampaikan, ada 34 perusahaan yang mengajukan penambahan kuota produksi. Meski tak menyebutkan secara detail, tapi Hendrasto mengatakan bahwa total tambahan produksi yang diajukan oleh 34 perusahaan batubara tersebut bisa mencapai 30 juta ton.
Baca Juga: Darma Henwa (DEWA) optimistis capai produksi 17 juta ton batubara hingga akhir 2019
"Nggak ada tambahan (jumlah perusahaan yang mengajukan). Kalau pengajuannya sekitar 20 juta hingga 30 juta ton," kata Hendrasto saat ditanya Kontan.co.id belum lama ini.
kendati begitu, Hendrasto mengatakan pihaknya belum mengabulkan permohonan tambahan kuota produksi yang diajukan tersebut. Hal itu lantaran perusahaan-perusahaan tersebut masih belum melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi.
"Kita bolak-balik evaluasi, cuman harus ada perbaikan. Memang ada persyaratan (yang harus dipenuhi) nggak cuman minta naik terus disetujui," ungkap Hendrasto.
Ia pun menyoroti persyaratan yang belum dilengkapi perusahaan, yakni terkait dengan aspek teknis dan lingkungan. Khususnya terkait rencana luasan pembukaan lahan dan galian tanah yang akan dikerjakan oleh perusahaan jika produksi batubaranya akan ditambah.
Baca Juga: Simak strategi produsen batubara di tengah harga anjlok
"Jadi kita lihat kesiapannya masing-masing gimana, termasuk dari sisi lingkungan. Coba kita lihat lagi, kalau minat nambah (produksi) berarti harus bukaan lahannya berapa," ungkapnya.
Dengan pertimbangan tersebut, Hendrasto pun menekankan bahwa pihaknya belum tentu akan memberikan persetujuan tambahan kuota produksi seperti yang diajukan oleh perusahaan. "Itu kan pengajuannya, nggak semuanya (bisa disetujui) segitu," jelasnya.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono sebelumnya memberikan isyarat bahwa pihaknya akan menyetujui tambahan kuota produksi yang dimintakan oleh 34 perusahaan tersebut. Hanya saja, untuk besaran tambahan yang disetujui, memang masih belum ditentukan.
"Semua disetujui, tapi besarannya masih dipertimbangkan," kata Bambang beberapa waktu lalu.
Bambang bilang, ada beberapa pertimbangan yang dilakukan Ditjen Minerba Kementerian ESDM dalam memberikan tambahan kuota produksi. Antara lain, pemenuhan wajib pasok batubara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sepanjang semester I 2019, kemampuan operasional perusahaan, serta kondisi harga batubara.
Bambang memperkirakan, produksi batubara hingga akhir tahun ini akan mirip seperti tahun lalu, yakni di atas 500 juta ton. "Ya (produksi tahun 2019 bisa di atas 500 juta ton). Hampir-hampir mirip lah (seperti produksi tahun lalu)," ujar Bambang.
Baca Juga: Indo Tambangraya Megah (ITMG) komitmen penuhi ketentuan DMO
Sebagai informasi, target produksi batubara nasional pada RKAB awal tahun 2019 ditetapkan sebesar 489,12 juta ton. Adapun, produksi batubara pada tahun 2018 lalu mencapai 557 juta ton. Jumlah itu menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir, karena sebelumnya produksi emas hitam nasional tidak sampai menembus angka 500 juta ton.
Jumlah produksi yang meroket itu dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi kelebihan pasokan (oversupply) yang berakibat pada pelemahan harga batubara. Meski level harga batubara berbeda di setiap kalori dan indeks, tapi berdasarkan harga rata-rata dalam Harga Batubara Acuan (HBA), terjadi pelemahan yang cukup signifikan.
HBA September tercatat sebesar US$ 65,79 per ton, turun 9,47% dari HBA bulan sebelumnya. HBA September 2019 ini juga menjadi yang terlemah sejak HBA Oktober 2016 yang kala itu menyentuh US$ 69,07 per ton.
Atas kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia meminta agar pemerintah memperhatikan dampak terhadap pasar dan harga batubara. Hendra khawatir, jika produksi jadi ditambah, harga batubara akan semakin melemah.
Apalagi dengan tingkat produksi seperti saat ini saja, Hendra menyebut pasar masih ada dalam kondisi yang oversupply. "Jadi bertambahnya produksi pastinya akan sangat berpengaruh (terhadap pelemahan harga)," kata Hendra ke Kontan.co.id, Minggu (15/9).
Hendra pun menduga, 34 perusahaan yang sebelumnya telah mengajukan tambahan kuota produksi tengah berpikir ulang. Sebab, rencana produksi perusahaan akan menyesuaikan dengan kondisi pasar dan harga saat ini, juga proyeksi ke depan.
"Pergerakan harga saat ini mungkin membuat perusahaan berpikir ulang. Karena pergerakan saat ini dan outlook ke depan akan mempengaruhi rencana produksi," ungkapnya.
Baca Juga: Indo Tambangraya Megah (ITMG) akan permak jalan untuk truk tambang di Kaltim
Senada dengan itu, Ketua Indonesia Mining & Energi Forum (IMEF) Singgih Widagdo meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam menyetujui tambahan kuota produksi. "Total Volume produksi nasional sangat sensitif atas kondisi pasar yang oversupply saat ini," katanya.
Sementara itu, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif juga mengatakan, kenaikan jumlah produksi yang signifikan dipastikan akan berpengaruh pada harga batubara. Dengan kondisi saat ini, Irwandy memprediksi harga batubara pada tahun ini hanya akan berada di kisaran US$ 60-US$ 80 per ton.
"Jadi kita lihat nanti bagaimana perimbangan naik turunnya produksi per perusahaan terkait kondisi ini," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News