Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono sebelumnya memberikan isyarat bahwa pihaknya akan menyetujui tambahan kuota produksi yang dimintakan oleh 34 perusahaan tersebut. Hanya saja, untuk besaran tambahan yang disetujui, memang masih belum ditentukan.
"Semua disetujui, tapi besarannya masih dipertimbangkan," kata Bambang beberapa waktu lalu.
Bambang bilang, ada beberapa pertimbangan yang dilakukan Ditjen Minerba Kementerian ESDM dalam memberikan tambahan kuota produksi. Antara lain, pemenuhan wajib pasok batubara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sepanjang semester I 2019, kemampuan operasional perusahaan, serta kondisi harga batubara.
Bambang memperkirakan, produksi batubara hingga akhir tahun ini akan mirip seperti tahun lalu, yakni di atas 500 juta ton. "Ya (produksi tahun 2019 bisa di atas 500 juta ton). Hampir-hampir mirip lah (seperti produksi tahun lalu)," ujar Bambang.
Baca Juga: Indo Tambangraya Megah (ITMG) komitmen penuhi ketentuan DMO
Sebagai informasi, target produksi batubara nasional pada RKAB awal tahun 2019 ditetapkan sebesar 489,12 juta ton. Adapun, produksi batubara pada tahun 2018 lalu mencapai 557 juta ton. Jumlah itu menjadi yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir, karena sebelumnya produksi emas hitam nasional tidak sampai menembus angka 500 juta ton.
Jumlah produksi yang meroket itu dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi kelebihan pasokan (oversupply) yang berakibat pada pelemahan harga batubara. Meski level harga batubara berbeda di setiap kalori dan indeks, tapi berdasarkan harga rata-rata dalam Harga Batubara Acuan (HBA), terjadi pelemahan yang cukup signifikan.
HBA September tercatat sebesar US$ 65,79 per ton, turun 9,47% dari HBA bulan sebelumnya. HBA September 2019 ini juga menjadi yang terlemah sejak HBA Oktober 2016 yang kala itu menyentuh US$ 69,07 per ton.