Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia masih bergerak landai di bawah level US$ 70 per barel. Posisi harga minyak mentah global bakal berdampak pada sejumlah sub-sektor di industri manufaktur.
Merujuk TradingEconomics hingga Selasa (10/6) petang, harga minyak mentah acuan West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 65,6 per barel. Sedangkan harga minyak mentah Brent bertengger di area US$ 67,4 per barel.
Petrokimia dan plastik menjadi salah satu sub-sektor industri yang sensitif terhadap pergerakan harga minyak. Sekretaris Jenderal Indonesia Olefin, Aromatic and Plastic Industry Association (Inaplas) Fajar Budiyono mengamini tren pelemahan harga minyak mentah akan menurunkan biaya bahan baku di industri petrokimia.
Minyak mentah sebagai bahan baku punya porsi dominan antara 75%-80% pada komponen biaya di industri petrokimia. Hanya saja, Fajar mengungkapkan bahwa ongkos produksi di luar bahan baku tidak mengalami penurunan.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Pulih dari Titik Terendah Kamis (6/3), Brent Masih di Bawah US$70
Fajar bilang, meski biaya bahan baku terpangkas, tapi dampak terhadap pendapatan dan laba perusahaan petrokimia dan plastik belum tentu signifikan. Sebab, ada tantangan dari sisi penurunan harga produk serta persaingan yang semakin ketat dengan bahan dan produk impor.
Situasi itu terjadi di tengah permintaan dalam negeri yang relatif stagnan. "Harga bahan baku sudah mulai turun, tapi harga jual produk kami pun tren secara global lagi turun. Kendala lain, permintaan masih belum ada kenaikan signifikan. Jadi (dampak penurunan harga minyak mentah terhadap kinerja keuangan) mungkin masih biasa saja," terang Fajar kepada Kontan.co.id, Selasa (10/6).
Fajar menjelaskan, bahan dan barang impor makin deras seiring dengan bertambahnya operasional pabrik petrokimia baru di China dan Timur Tengah. Terlebih dengan adanya efek perang tarif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, persaingan dengan barang impor pun semakin sengit.
"Jadi tantangannya bukan di bahan baku, tapi persaingan global yang menjadi lebih dominan. Seperti China dan Timur Tengah, mereka nggak mau kapasitasnya turun. Apalagi dengan kebijakan Trump, semua pasti all-out mempertahankan strategi penjualannya," ujar Fajar.
Baca Juga: Pertamina Bakal Serap Seluruh Minyak Mentah untuk Kilang Domestik
Meski begitu, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) sebagai salah satu pemain utama di industri petrokimia masih optimistis kondisi saat ini bisa membawa dampak positif. Direktur Sumber Daya Manusia dan Urusan Korporat TPIA, Suryandi membeberkan harga minyak mentah yang berada di level moderat cenderung memberikan dampak positif bagi industri petrokimia.
Tren harga minyak mentah yang relatif rendah dapat menjadi katalis yang mendukung efisiensi biaya dan memperkuat kinerja operasional. Catatan Suryandi, fluktuasi harga minyak mentah berkontribusi terhadap variabilitas biaya bahan baku, tapi proporsi terhadap total biaya operasional bersifat dinamis dan tergantung pada posisi pasar.
TPIA pun mencermati faktor-faktor lain, terutama dari sisi permintaan regional, dinamika pasar global, serta tingkat utilisasi industri yang turut memengaruhi profitabilitas secara keseluruhan. "Dengan proyeksi pemulihan ekonomi dan pertumbuhan sektor hilir, kami optimistis kondisi ini dapat menjadi momentum positif bagi industri dan mendukung pertumbuhan Chandra Asri," ungkap Suryandi.
Dampak ke Industri Kaca & Keramik
Sementara itu, tren harga minyak yang bergerak di bawah level US$ 70 per barel tidak berdampak secara langsung bagi sub-sektor kaca dan keramik. Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) Henry T. Susanto mengungkapkan minyak mentah tidak secara langsung dipakai dalam proses produksi pabrik gelas dan kaca.
Baca Juga: ESDM Berencana Larang Ekspor Minyak Mentah, Wajib Diblending di Dalam Negeri
Sebab, semua pabrik gelas dan kaca di Indonesia sudah memakai gas sebagai sumber energi untuk pembakaran. Henry menggambarkan, porsi gas terhadap biaya produksi pabrik kaca mencapai 25%.
Meski begitu, ada keterkaitan yang kuat antara pergerakan harga minyak mentah dengan pergerakan harga gas. Henry pun mengharapkan pelemahan harga minyak mentah bisa ikut menurunkan harga gas, sehingga membawa angin segar bagi industri gelas dan kaca di Indonesia.
"Diharapkan harga gas dalam negeri juga akan ikut turun dan akan menurunkan biaya produksi pabrik-pabrik kaca dan gelas, sehingga bisa berproduksi secara maksimal," terang Henry.
Harapan serupa disampaikan oleh industri keramik. Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengungkapkan penurunan harga minyak mentah tidak berdampak signifikan, karena saat ini komponen energi terbesar adalah biaya gas alam cair yang berkisar 30%-35% dari total biaya produksi di industri keramik.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Dunia Tertekan, Intip Proyeksinya ke Depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News