Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
Segendang sepenarian, di industri keramik pada sektor manufaktur, kenaikan harga minyak mentah dunia juga dianggap tidak memiliki pengaruh dalam biaya energi industri keramik.
“Tidak berpengaruh karena industri keramik menggunakan LNG atau Gas Alam Cair sebagai Bahan Bakar,” ujar Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto saat dihubungi Kontan.co.id (19/4).
Meski begitu, Edy menduga, krisis energi di Eropa, yakni krisis gas maupun kenaikan harga minyak menjadi biang kerok di balik naiknya harga-harga bahan baku dari Eropa. Asaki mencatat, pewarna/ Ink dan fritz telah sekitar 10%-15% , sementara kenaikan spareparts dan mesin produksi mencapai kisaran 20%-30%.
Baca Juga: Harga Avtur Naik, Bersiaplah Harga Tiket Pesawat Melonjak
Menimbang adanya krisis energi ini, Asaki berharap agar pemerintah tidak menaikkan harga BBM Subsidi dan tarif listrk pada tahun ini dengan memperimbangkan daya beli. Edy menjelaskan, biaya Listrik mencakup 10% dari total biaya produksi keramik. Oleh karenanya, kenaikan biaya listrik mau tidak mau harus dibebankan kepada pelanggan sehingga bisa mempengaruhi daya beli pasar.
Persoalan serupa juga ada pada biaya pengiriman yang dipengaruhi harga jual BBM subsidi.
“Biaya pengiriman keramik saat ini berkisar 10%-15% dari harga jual keramik, sehingga setiap kenaikan BBM Subsidi sudah pasti harus diteruskan kepada Pelanggan akhir. Untuk itu tentunya Asaki mengkhawatirkan kemampuan daya beli masyarakat akibat kenaikan inflasi dari penyesuaian kenaikan harga BBM subsidi,” imbuh Edy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News