kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Nikel Melandai, Ini Dampaknya Bagi Industri Tambang dan Smelter dalam Negeri


Kamis, 25 Januari 2024 / 13:42 WIB
Harga Nikel Melandai, Ini Dampaknya Bagi Industri Tambang dan Smelter dalam Negeri
ILUSTRASI. Bijih nikel produksi PT Aneka Tambang Tbk. REUTERS/Yusuf Ahmad/File Photo


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga nikel saat ini dinilai belum terlalu berdampak pada kinerja perusahaan tambang dan smelter di dalam negeri.  Hanya saja, jika kondisi ini berlarut-larut dan harganya jeblok di level tertentu, pelaku usaha sudah harus menyesuaikan strategi bisnis. 

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menyatakan, sejauh ini penurunan harga nikel belum berdampak terhadap smelter nasional. 

“Umumnya Indonesia memiliki keunggulan di mana biaya produksi lebih murah dibandingkan negara lain,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (25/1). 

Namun, tidak menutup kemungkinan jika harga nikel bisa turun di level tertentu bisa berdampak pada kinerja operasi dan produksi perusahaan dalam negeri. 

Baca Juga: BKPM: Investasi di Bidang Hilirisasi Mencapai Rp 375,4 Triliun Sepanjang 2023

Plh Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menjelaskan, jika harga nikel terus mengalami penurunan, akan ada dampak yang signifikan bagi kinerja keuangan dan manajemen perusahaan nikel dalam negeri. 

“Terutama bagi perusahaan yang beroperasi di industri pertambangan nikel,” ujarnya. 

Djoko menyatakan, ada beberapa dampak yang mungkin terjadi dengan turunnya harga nikel.  Pertama, harga nikel yang rendah akan menyebabkan penurunan pendapatan bagi perusahaan pertambangan nikel. Ini dapat mengurangi hasil penjualan dan laba bersih perusahaan.

Kedua, perusahaan mungkin mengalami penurunan marjin laba karena harga jual nikel yang lebih rendah. Sedangkan biaya produksi mungkin tetap relatif stabil atau bahkan naik. Ketiga, penurunan harga komoditas seperti nikel dapat menyebabkan penurunan nilai aset perusahaan yang terkait dengan pertambangan nikel. 

“Ini dapat berdampak pada penilaian aset perusahaan dan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan atau pinjaman,” ujarnya. 

Keempat, penurunan harga nikel bisa menciptakan ketidakstabilan di pasar keuangan, terutama jika perusahaan tersebut terdaftar di bursa efek.  Saham perusahaan dapat mengalami penurunan nilai, dan investor mungkin menjadi lebih hati-hati.

Kelima, Perusahaan mungkin mengalami keterbatasan dalam menginvestasikan dana atau merencanakan ekspansi karena situasi pasar yang sulit. Ini dapat membatasi kemampuan perusahaan untuk tumbuh dan mengembangkan operasinya.

Baca Juga: Hilirisasi Nikel Disebut Ugal-ugalan & Tak Bawa Kesejahteraan, Luhut Buka Suara

Tidak hanya itu, pemegang saham mungkin mengajukan tuntutan atau mengevaluasi kembali dukungan terhadap manajemen, terutama jika kinerja keuangan terus menurun dalam jangka waktu yang signifikan.

Melihat kondisi ini, lanjut Djoko, tentu Perusahaan tambang maupun smelter mungkin perlu menyesuaikan strategi bisnisnya, seperti mengurangi biaya operasional, meningkatkan efisiensi, atau mencari peluang diversifikasi untuk mengurangi ketergantungan pada satu komoditas.

“Manajemen perusahaan akan diuji dalam kemampuannya untuk mengelola dampak penurunan harga nikel,” terangnya. 

Langkah-langkah manajemen ini efektif dalam menghadapi situasi ini termasuk perencanaan keuangan yang cermat, restrukturisasi biaya.  Lalu Perusahaan juga dapat melakukan  diversifikasi portofolio produk atau sumber daya, dan komunikasi yang jelas dengan pemegang saham untuk memahami situasi dan rencana perusahaan ke depannya.




TERBARU

[X]
×