Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan harga nikel saat ini dinilai belum terlalu berdampak pada kinerja perusahaan tambang dan smelter di dalam negeri. Hanya saja, jika kondisi ini berlarut-larut dan harganya jeblok di level tertentu, pelaku usaha sudah harus menyesuaikan strategi bisnis.
Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menyatakan, sejauh ini penurunan harga nikel belum berdampak terhadap smelter nasional.
“Umumnya Indonesia memiliki keunggulan di mana biaya produksi lebih murah dibandingkan negara lain,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (25/1).
Namun, tidak menutup kemungkinan jika harga nikel bisa turun di level tertentu bisa berdampak pada kinerja operasi dan produksi perusahaan dalam negeri.
Baca Juga: BKPM: Investasi di Bidang Hilirisasi Mencapai Rp 375,4 Triliun Sepanjang 2023
Plh Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Djoko Widajatno menjelaskan, jika harga nikel terus mengalami penurunan, akan ada dampak yang signifikan bagi kinerja keuangan dan manajemen perusahaan nikel dalam negeri.
“Terutama bagi perusahaan yang beroperasi di industri pertambangan nikel,” ujarnya.
Djoko menyatakan, ada beberapa dampak yang mungkin terjadi dengan turunnya harga nikel. Pertama, harga nikel yang rendah akan menyebabkan penurunan pendapatan bagi perusahaan pertambangan nikel. Ini dapat mengurangi hasil penjualan dan laba bersih perusahaan.
Kedua, perusahaan mungkin mengalami penurunan marjin laba karena harga jual nikel yang lebih rendah. Sedangkan biaya produksi mungkin tetap relatif stabil atau bahkan naik. Ketiga, penurunan harga komoditas seperti nikel dapat menyebabkan penurunan nilai aset perusahaan yang terkait dengan pertambangan nikel.
“Ini dapat berdampak pada penilaian aset perusahaan dan mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan atau pinjaman,” ujarnya.
Keempat, penurunan harga nikel bisa menciptakan ketidakstabilan di pasar keuangan, terutama jika perusahaan tersebut terdaftar di bursa efek. Saham perusahaan dapat mengalami penurunan nilai, dan investor mungkin menjadi lebih hati-hati.
Kelima, Perusahaan mungkin mengalami keterbatasan dalam menginvestasikan dana atau merencanakan ekspansi karena situasi pasar yang sulit. Ini dapat membatasi kemampuan perusahaan untuk tumbuh dan mengembangkan operasinya.
Baca Juga: Hilirisasi Nikel Disebut Ugal-ugalan & Tak Bawa Kesejahteraan, Luhut Buka Suara
Tidak hanya itu, pemegang saham mungkin mengajukan tuntutan atau mengevaluasi kembali dukungan terhadap manajemen, terutama jika kinerja keuangan terus menurun dalam jangka waktu yang signifikan.
Melihat kondisi ini, lanjut Djoko, tentu Perusahaan tambang maupun smelter mungkin perlu menyesuaikan strategi bisnisnya, seperti mengurangi biaya operasional, meningkatkan efisiensi, atau mencari peluang diversifikasi untuk mengurangi ketergantungan pada satu komoditas.
“Manajemen perusahaan akan diuji dalam kemampuannya untuk mengelola dampak penurunan harga nikel,” terangnya.
Langkah-langkah manajemen ini efektif dalam menghadapi situasi ini termasuk perencanaan keuangan yang cermat, restrukturisasi biaya. Lalu Perusahaan juga dapat melakukan diversifikasi portofolio produk atau sumber daya, dan komunikasi yang jelas dengan pemegang saham untuk memahami situasi dan rencana perusahaan ke depannya.
Prospek Nikel Tetap Moncer
Meski harga nikel melandai, bukan berarti prospek nikel dalam jangka panjang memudar. Rizal Kasli menilai Indonesia akan merajai supply nikel dunia ke depan, bahkan diperkirakan akan melebihi 75% supply dunia dari Indonesia apabila semua smelter atau refinery selesai dibangun dan berproduksi normal.
Di sisi lain, pemanfaatan nikel juga bersifat luas tidak hanya terbatas pada satu produk saja.
“Penggunaan nikel dibagi dua yaitu untuk stainless steel dan baterai terutama baterai kendaraan listrik,” terangnya.
Saat ini penggunaan untuk stainless steel masih dominan dan bahkan sampai tahun 2040 dengan komposisi lebih dari 50%. Namun untuk menjaga agar manfaat yang sebesar-besarnya bisa didapat di dalam negeri tentu produksi nikel juga perlu dikontrol agar tidak terjadi over supply.
Moratorium pembangunan smelter dengan teknologi pirometalurgi (RKEF)dinilai harus dilakukan.
Upaya ini dilakukan juga untuk menjaga keberlanjutan industri nikel nasional, di mana cadangan bijih nikel kadar tinggi sudah semakin menipis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News